PENDAHULUAN
Filsafat sejarah merupakan komponen
yang tak dapat dipisahkan dari rangkaian keilmuan filsafat secara umum. Juga
Merupakan bagian integral yang berpengaruh dalam memahami dan mengkaji sejarah
dari sudut pandang filsafat. Memandang sejarah bukan hanya masa lampau namun
juga menjadi unsur perubahan dari masa ke masa.Beberapa tokoh bermunculan dari
ranah filsafat sejarah,dan Hegel termasuk didalamnya. Dia merupakan salah satu
filsuf ternama yang dihasilkan Jerman sebagai sebuah tempat yang layak bagi
lahirnya beberapa filsuf terkenal dan berpengaruh. Disamping Immmanuel
Kant, Hegel memiliki konsistensi dalam berfikir dan kapabilitas rasio yang mampu
menterjemahkan hidup dalam bentuk rumus dialektikanya yang terkenal. Hegel
seorang yang progresif dalam berfikir dan bertindak,meskipun tidak reaksioner
dalam bersikap terhadap realitas. Filsafat Roh yang merupakan karakternya,yang
dia akui merupakan hasil sintesa antara pemikiran Fichte dan Schelling dizaman
pertumbuhan filsafat idealisme Jerman abad-19.
Hegel cenderung memaknainya
sebagai Roh Mutlak atau Idealisme Mutlak. Pandangannya mengenai realitas begitu
jauh dan meluas. Selain pandangannya mengenai pikiran sebagai sesuatu yang
mempengaruhi kehidupan fisik dan material.Hegel memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam ilmu pengetahuan pada abad-19 dalam hal melakukan pembuktian
nilai-nilai realitas dengan nalar yang dia terjemahkan dalam bentuk hukum
dialektik,dikemudian hari tanpa disadari menjadi inspirasi Karl Marx dalam
menetapkan teori materialis didalam tubuh sosialismenya.
Konsistensinya dalam melakukan
telaah pemikiran atas ‘idea’ menjadi sebuah kondisi yang menarik untuk dikaji
serta menjadi sebuah tambahan ilmu. Dialektika Hegel menjadi sebuah pisau
analisis dalam menelaah sejarah secara lebih mendalam serta ilmu pengetahuan
secara global. Dialektikanya seolah suatu metode yang mampu memecahkan problem
realitas kehidupan.
PEMBAHASAN
1.Biografi Singkat Georg Wilhelm
Friedrich Hegel.
Hegel seorang berkembangsaan
Jerman yang dilahirkan di Kota Stuttgart pada tgl. 27 Agustus 1770 dengan nama
lemgkapnya Georg Wilhelm Friedrich Hegel, kelurganya secara status sosial mapan
dan ibunya sangat memperhatikan pendidikan,
Dia sempat pula mengenyam pendidikan di Gymnasium Stuttgart, kemudian
melanjutkan di UniversitasTubingen. Selama hidupnya didedikasikan untuk
mempelajari dan mengkaji filsafat secara mendalam, dengan banyak membaca
artikel, buku-buku dari beberapa pemikir filsafat yang sempat pula
mempengaruhinya seperti; Aristoteles, Descartes, dan Kant. Ini adalah
tahun-tahun Revolus Prancis (1789), juga merupakan tahun-tahun berbunganya
kesusastraan Jerman. Lessing, Goathe, dan Schiller hidup pada periode ini
juga:, Friedrich Holderlin, sastrawan puisi Jerman terbesar, adalah kawan dekat
Hegel, juga lahir pada tahun 1770, sama dengan pengarang lagu yang
kondang,Beethoven. Di Universitas Tubingen ia belajar teologi, tahun 1791 ia
memperoleh gelar doktor dalam teologi. Oleh karena itu, karya Hegel yang
mula-mula adalah mengenai agama Kristen, seperti The Life of Jesus dan The
Spirit of Christianity.[1]
Hegel ialah puncak gerakan
filsafat Jerman yang berawal dari Kant; walaupun Ia sering mengkritik Kant,
sistem filsafatnya tidak akan pernah muncul kalau tidak ada Kant. Pengaruhnva,
kendati kini surut, sangat besar, tidak hanva atau terutama di Jerman. Pada
akhir abad 19, para filsuf akademik terkemuka, baik di Amerika
maupun Britania Raya, sangat bercorak Hegelian. Di luar filsafat mural, banyak
teolog Protestan mengadopsl doktrin-doktrinnya, dan filsafatnya tentang sejarah
mempengaruhi teori politik secara mendalam. Marx, seperti yang kita ketahui,
ialah murid Hegel semasa mudanya, dan dalam sistem filsafatnya yang terakhir Ia
masih mempertahankan heberapa corak Hegelian. Bahkan jika (sebagaimana yang
saya yakini) hampir semua doktrin Hegel itu salah, ia masih tetap penting,
tidak hanya secara historis, sebagai contoh-terbaik jenis filsafat tertentu
yang, di sisi lain, kurang runtut dan kurang komprehensif. Dalam hidupnya
terdapat beberapa peristiwa penting. Semasa mudanya ia tertarik terhadap
mistisisme, dan pandangannya yang belakangan bisa dianggap, sedikit-banyak,
sebagai intelektualisasi terhadap apa yang mulanya tampak padanya sebagai
wawasan mistik. [2]
Hegel menyatakan bahwa ‘ruh
dunia’ merkembang menuju pengetahuan itu sendiri yang juga harus berkembang .
sama halnya dengan sungai-sungai makin lama sungai menjadi lebar ketika merndekati
laut . menurut hegel, sejarah adalah kisah tentang ‘ruh dunia’ yang lambat laun
mendekati kesadaraan itu sendiri. Meskipun dunia itu selalu ada, kebudayaan
manusia dan perkembangan manusia telah membuat roh dunia semakin sadar akan
nilainya yang hakiki [3]
Hegel menegaskan bahwa yang nyata
adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Namun ketika is mengatakan hal
ini is tidak me¬maksudkan “yang nyata” itu sebagai apa yang menurut para
empirisis dipandang nyata. Ia mengakui, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi
empirisis terlihat sebagai fakta adalah, dan pasti, tidak rasional; ini
hanya setelah karakter yang
terlihat pada fakta itu dijelmakan dengan memandang
[1] Ahmad tafsir. filsafat ilmu,
akal sejak thales sampai james, h 134
[2] Bertrand Russell sejarah
filsafat barat (pustaka pelajar,cetakan ke II) ,h 951-952
[3] Jostein gaarder dunia sophie
(mizan pustaka) h 395
karakter-karakter itu sebagai
aspek-aspek dari keseluruhan sehingga terlihat rasional. Sekalipun begitu,
identifikasi terhadap yang nyata dan yang rasional itu tentu menimbulkan
beberapa kepuasan yang tak bisa dipisahkan dari keyakinan bahwa “apa saja yang
berada (is), adalah benar”. Keseluruhan itu, dengan segala kerumitannya, oleh
Hegel disebut “Yang Mutlak”. Yang Mutlak itu bersifat spiritual; pandangan
Spinoza, bahwa ini mempunyai atribut perluasan sebagaimana pada pikiran, di
tolak.[4]
Masa tahun Hegel 1788-1793
sebagai mahasiswa teologi di Tübingen ,ia bersahabat dengan penyair Holderlin Friedrich (1770-1843) dan
Friedrich von Schelling (1775-1854),dimana pada paruh pertama abad kesembilan
belas menjadi filsuf jerman yang ternama. Persahabatan ini jelas memiliki
pengaruh besar terhadap perkembangan filsafat Hegel, hubungan ketiga filsuf ini
sangaatlah erat. Setelah lulus, Hegel bekerja sebagai tutor bagi keluarga di
Bern dan kemudian Frankfurt .Sampai sekitar 1800, Hegel mengembangkan
ide-idenya mengenai tema-tema agama dan sosial, Hegel menjadi seorang pendidik
yang reformis dan modern, hal ini
digambarkan tokoh Pencerahan Jerman seperti Lessing dan Schiller.
Tahun 1790an Universitas Jena telah menjadi
pusat perkembangan filsafat kritis karena adanya KL Reinhold (1757-1823) dan
kemudian Fichte, dan pada akhir dekade Schelling, yang telah tertarik dengan
kehadiran Fichte, telah memantapkan dirinya di sana. Pada tahun 1801 Hegel
pindah ke Jena untuk bergabung dengan
Schelling, pada saat berkembang
idealisme dan romantisme. Pada akhir 1801, Hegel menerbitkan karya pertama
filosofisnya yaitu System of Philosophy. Sampai 1803 bekerja sama dengan
Schelling, Ia menjadi editor Journal Kritis Filsafat.
[4] Jostein gaarder dunia sophie
(mizan pustaka) h 952
Pada akhir 1806 Hegel telah
menyelesaikan pekerjaan besar pertamanya,yaitu sang Fenomenologi Roh
(diterbitkan 1807), yang menunjukkan perbedaan dari sebelumnya, pendekatan yang
tampaknya lebih Schellingian,. Schelling, yang telah meninggalkan Jena pada
tahun 1803, ditafsirkan sebuah kritik berduri dalam kata pengantar Fenomenologi
sebagai ditujukan padanya, dan persahabatan mereka tiba-tiba berakhir. Ketika
Jena diduduki pasukan Napoleon universitas dimana Hegel bekerja ditutup
dan Hegel meninggalkan kota Jena.
Kemudian Ia menjadi editor Sekarang tanpa perjanjian universitas ia bekerja
untuk waktu yang singkat, surat kabar di Bamberg, dan kemudian dari 1808-1815
sebagai kepala sekolah dan guru filsafat di sebuah "gimnasium" di
Nuremberg. Selama waktunya di Nuremberg dia menikah dan memulai sebuah
keluarga, dan menulis dan menerbitkan Ilmu tentang Logika. Pada 1816 ia berhasil
kembali ke karir universitas dengan menjadi ditunjuk menjadi guru besar filsafat di Universitas Heidelberg. Kemudian
pada 1818, ia ditawari dan menjadi guru besar filsafat di Universitas Berlin,
posisi paling bergengsi di dunia filosofis Jerman. Sementara di Heidelberg ia
menerbitkan Encyclopaedia dari Ilmu Filsafat, sebuah kerja yang sistematis di
mana sebuah versi singkat Science sebelumnya Logic (yang "Encyclopaedia
Logic" atau "Lesser Logic") diikuti dengan penerapan
prinsip-prinsip kepada Filsafat Alam dan Filsafat Roh. Pada tahun 1821 di
Berlin Hegel menerbitkan karya utama dalam filsafat politik, Unsur dalam
Philosophy of Right, berdasarkan kuliah yang diberikan di Heidelberg tetapi
akhirnya didasarkan pada bagian Filsafat Encyclopaedia of Roh berurusan dengan
Selama sepuluh tahun berikutnya "roh objektif." sampai kematiannya
pada tahun 1831 Hegel selebriti dinikmati di Berlin, dan versi berikutnya
dipublikasikan Encyclopaedia. Setelah versi kematiannya karena kuliah pada
filsafat sejarah, filsafat agama, estetika, dan sejarah filsafat diterbitkan.
Hegel memang bukan seorang
politikus namun dialektikanya mampu menjadi inspirasi para politikus dalam
melakukan kajian politik dan sosial.Sehingga terkadang menjadi pisau analisis
yang cukup akurat dalam memandang realitas.Hegel mengakui dirinya cenderung
befikir bebas selayaknya filsuf dalam memaknai kehidupan dan
pemikiran/rasio.Namun Hegel memandang justru kebebasan merupakan wujud
pengakuan dan penerimaan sadar manusia atas suatu sistem nilai dalam hidup,seperti
nilai yang terkandung dalam ajaran agama (kristen). Pemikiran Hegel yang
senantiasa berdialektika terhadap realitas dan memandang adanya ’realitas
mutlak’ atau ruh mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan,sangat
mempengaruhi dalam memandang sejarah secara global,ini terbukti saat
dialektikanya mampu memasukkan pertentangan didalam sejarah sehingga dapat
mengalahkan dalil-dalil yang bersifat statis.Hingga terbukti
pembuktian-pembuktian ilmiah yang dihasilkan.Dari sanalah filsafat sejarah
layak ditempatkan,sebagai bagian yang utuh dari dunia kefilsafatan. Hegel juga
memandang bahwa sejarah merupakan suatu kondisi perubahan atas realitas yang
terjadi,dia pula yang menyatakan sejarah menjadi sebuah hasil dari
dialektika,menuju suatu kondisi yang sepenuhnyarasional.
Menurutnya dialektika merupakan
proses restorasi yang perkembangannya berasal dari kesadaran diri yang akhirnya
akan mencapai kesatuan dan kebebasan yang berasal dari pengetahuan diri yang
sempurna,dia pula merupakan suatu aktvitas peningkatan kesadaran diri atas
pikiran yang menempatkan objek-objek yang nampak independen kearah
rasional,yang kemudian diadopsi Marx menjadi bentuk lain yakni ’alienasi’.
Dialektika Hegel menjadikan akhir sesuatu menjadi awal kembali.seperti sebuah
siklus.3 prinsip utamanya;thesis-antithesis (terjadi 2 tahap perubahan yakni
kualitatif dan kuantitatif)-sinthesis.Thesis merupakan perwujudan atas
pandangan tertentu,antithesis menempatkan dirinya sebagai opisisi,serta
sinthesis merupakan hasil rekonsiliasi atas pertentangan sebelumnya yang
kemudian akan menjadi sebuah thesis baru.Dan begitu seterusnya.Sehingga
ketiganya merupakan pertentangan yang kelak menjadi kesatuan utuh dalam
realitas.Sebagai sebuah analogi sederhana ada ’telur’ sebagai thesis,yang
kemudian muncul ’ayam’ sebagai sebuah sinthesis,yang antithesisnya
’bukan-telur’.Dalam dilektika ini,bukan berarti ’ayam’ telah menghancurkan
’telur’ namun, dalam hal ini sebenarnya ’telur’ telah melampaui dirinya
sehingga menjadi ’ayam’,dengan sebuah proses.Yang kemudian itu akan kembali
menjadi telur,dan terus seperti itu.Sehingga dialektika merupakan proses
pergerakan yang dinamis menuju perubahan.Pemikirannya tentang Roh Mutlak atau
absolut dapat dilalui dengan pendekatan filsafat,agama dan seni,sehingga beliau
senantiasa mengkaji dan menguasai ketiga komponen yang juga mempengaruhi
pemikiran Hegel selama ini.Pengkajiannya yang begitu ketat,yang kemudian
memutuskan bahwa filsafat-lah yang memiliki tingkat pemahaman yang lebih yang
mampu menuju kepemahaman mengenai hakekat Roh Mutlak,dikarenakan sifatnya yang
konseptual dan rasional.
Disamping pemikirannya yang
menjunjung kebebasan sebagai unsur pada keberadaan Roh Mutlak.Dia meyakini
adanya essensi Roh Mutlak adalah ketidakterikatan atau kebebasan.Komponen yang
kemudian melahirkan konsepsi sosial-politik dalam negara. Roh Mutlak merupakan
sesuatu yang bersifat ’Idea’ yang melekat pada dirinya sebagai sesuatu yang
riil.Sehingga menurutnya kondisi realitas merupakan riil ada,dan sesuatu yang
riil merupakan realitas tersebut.Bukan berarti sesuatu yang tidak riil itu
bukan realitas,namun disanalah ruang telaah yang mendalam perlu mendapat
tempat.Masih menurutnya,yang menganggap bahwa negara sebagai sebuah institusi
kemasyarakatan,merupakan sebuah bentuk kemajuan pikiran/idea kearah kesatuan
bentuk dengan nalar. Cukup banyak para pemikir atau filsuf yang menganggap
Hegel merupakan filsuf abstraksi,padahal secara kasat mata sesungguhnya dia
sedang menampilkan suatu bentuk konkretisasi dalam mengolah pikirannya
sendiri.Bahkan dirinya sempat mengkritik gaya abstraksi dari rasionalisme
abad-18.Gaya bahasa yang terlalu luas dan mendalam kadang malah mempersulit
dalam mencari sebuah hakekat pikiran itu sendiri.Sehingga konkretisasi pikiran
Hegel nampak dalam beberapa artikel dan buku karyanya yang mencoba menampilkan
aktualisasi pikirannya yang mampu menjawab realitas.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel
meninggal dunia pada 14 November 1831 di
Berlin,Jerman. Pemikiran serta beberapa karyanya mampu memberikan pencerahan
kembali filsafat Jerman pada khususnya,dan dunia secara global.Hegel cukup
banyak mempengaruhi para filsuf,dibawahnya,seperti;Feurbach,Marx,Engles (dengan
dialektika materialisme),Jurgen Habbermas,Gadamer,dll.Meskipun cukup banyak
pula filsuf yang mengkritisi pemikiran beliau mengenai dialektika,termasuk Marx
sendiri.Hegel tidak hanya meninggalkan pemikiran abstraksi,namun pengikut
Hegeliaan-nya pun terpecah menjadi dua kubu sepeninggal beliau;Hegelian Tua
yang cenderung konservatif atas pemikiran Hegel terkait dialektika dan gagasan
Hegel terkait agama yang dianggap selaras dengan nilai-nilai kristiani saat
itu.Hegelian Tua sempat mempengaruhi kondisi Jerman hingga akhir abad-19;dan
Hegelian Muda yang lebih modernis dan liberal atas pemikiran ’sang guru’.Mereka
cenderung mengkritisi hukum dialektika Hegel,dan mentransformasikannya dalam
bentuk dialektika materialis,serta menolak pikiran sebagai realitas
tertinggi.Diantara tokohnya,yakni;David Fredrich Strauus,dan Ludwig Feurbach.
2. Pemikiran Georg Wilhelm
Friedrich Hegel
1. Filsafat Hegel.
"Idealisme"seperti yang
dipahami dalam tradisi Jerman "Idealisme" adalah istilah yang telah
digunakan secara sporadis oleh Leibniz dan pengikutnya untuk merujuk kepada
jenis filsafat yang menentang materialisme. Jadi, misalnya, Leibniz telah
kontras Plato sebagai seorang idealis dengan Epicurus sebagai seorang
materialis. Pihak oposisi terhadap materialisme di sini, bersama-sama dengan
fakta bahwa di dunia berbahasa Inggris Irlandia filsuf dan pendeta George
Berkeley (1685-1753) sering diambil sebagai idealis prototipikal, telah
melahirkan asumsi bahwa idealisme pasti merupakan sebuah immaterialist
""doktrin. Asumsi ini, bagaimanapun, adalah salah. Idealisme dari
Jerman tidak berkomitmen untuk jenis doktrin yang ditemukan di Berkeley yang menurut
pikiran material, baik yang tak terbatas (Allah) dan terbatas (dengan manusia),
adalah entitas akhirnya nyata, dengan hal-hal tampaknya materi harus dipahami
sebagai direduksi untuk keadaan pikiran tersebut-yaitu, untuk "ide"
dalam arti yang dimaksud dengan empiris Inggris.
Sebagai menggunakan Leibniz Plato
untuk contoh idealisme menunjukkan, idealis dalam tradisi Jerman cenderung
untuk memiliki realitas atau objektivitas "ide" dalam arti Platonis,
dan untuk Plato, tampaknya, ide-ide tersebut tidak dipahami sebagai
"dalam" apapun keberatan sama sekali pikiran-bahkan dari
"dewa" Plato. Jenis gambar yang ditemukan di Berkeley hanya bisa
ditemukan dalam beberapa Platonis antik terlambat dan, terutama, Platonis
Kristen awal seperti St Agustinus, Uskup Hippo. Tetapi terutama untuk idealis
pasca-Kantian seperti Hegel, filsafat Plato adalah dipahami melalui lensa
varietas Aristoteles lebih dari neo-Platonisme, yang membayangkan
"pikiran" dari "pikiran ilahi" sebagai imanen dalam
masalah, dan tidak sebagaimana tercantum dalam beberapa murni material atau
spiritual pikiran. Dengan demikian memiliki fitur lebih dekat dengan gambaran
yang lebih panteistik ilahi pemikiran yang ditemukan di Spinoza, misalnya,
untuk siapa materi dan pikiran adalah atribut substansi satu.
Bahkan untuk Leibniz, yang
kemudian monadological metafisika itu mungkin lebih dekat dengan filsafat
immaterialist Berkeley, sebuah oposisi terhadap materialisme tidak selalu
berarti immaterialism. Leibniz telah menolak postulasi Descartes spiritual yang
berbeda dan zat bahan, memperlakukan tubuh jasmani sebagai kombinasi yang tidak
terpisahkan dari bentuk dan materi setelah cara Aristoteles. The
"materialis" yang ia menentang (corpuscularists mekanistik pada
masanya) disebut sebagai materi "berbentuk" sebagai jenis zat
diri-subsisten, dan tampaknya telah bahwa konsepsi yang ia menentang,
setidaknya dalam beberapa periode dari karyanya, bukan realitas materi per se.
kombinasi Leibniz gagasan Platonis dan Aristotelian memainkan peran dalam
pemikiran dari para idealis pasca-Kantian kemudian, memberikan penentangan
mereka terhadap "materialisme" karakter khas, sementara pasca-Kantian
bergerak semakin jauh dari lebih "subjektivitas" fitur Leibniz
berpikir(Beiser 2002).
2.METAFISIKA DAN RUH ABSOLUT
Filsafat Hegel sering disebut
sebagai puncak idealisme Jerman. Filsafatnya banyak diinspirasikan oleh Imanuel
Kant dengan filsafat ilmunya ( filsafat dualisme), Kant melakukan pengkajian
terhadap kebuntuan perseteruan antara Empirisme dan Rasionalisme, keduanya bagi
Kant terlalu ekstrem dalam mengklaim sumber pengetahuan. “Revolusi Kantian”
kemudian berhasil menemukan jalan keluarnya.
Hegel yang pada awalnya sangat
terpengaruh oleh filsafat Kant tersebut kemudian menemukan jalan keluarnya
melalui kontemplasi yang terus menerus. Ketertarikan Hegel sejak awal pada
metafisika, meyakinkannya bahwa ada ketidak jelasan bagian dunia, bagi Bertrand
Russell pemikirannya kemudian merupakan Intelektualisasi dari wawasan
metafisika
Pada dasarnya filsafat Hegel
mematahkan anggapan kaum empiris seperti John Lock, Barkeley dan David Hame.
Mereka ( kaum empiris ) mengambil sikap tegas pada metafisika, bagi Lock
metafisika tidak mampu menjelaskan basis fundamental filsafat atau Epistimologi
( bagaimana realitas itu dapat diketahui ) dan tidak dapat mencapai realitas
total, pendapat ini diteruskan kembali oleh David Hume bahwa metafisika
tidaklah berharga sebagai ilmu dan bahkan tidak mempunyai arti., baginya
metafisika hanya merupakan ilusi yang ada diluar batas pengertian manusia.
Dengan metafisika kemudian Hegel
mencoba membangun suatu sistem pemikiran yang mencakup segalanya baik Ilmu
Pengetahuan, Budaya, Agama, Konsep Kenegaraan, Etika, Sastra, dll. Hegel
meletakkan ide atau ruh atau jiwa sebagai realitas utama, dengan ini ia akan
menyibak kebenaran absolut dengan menembus batasan-batasan individual atau
parsial. Kemandirian benda-benda yang terbatas bagi Hegel dipandang sebagai
ilusi, tidak ada yang benar nyata kecuali keseluruhan (The Whole).
Hegel memandang Realitas bukanlah
suatu yang sederhana, melainkan suatu sistem yang rumit. Ia membangun filsafat
melalui metafora pertumbuhan biologis dan perubahan perkembangan atau bisa
disebut dengan organisme. Pengaruh konsep organisme pada diri Hegel, membuatnya
memandang bahwa organisme merupakan model untuk memahami kepribadian manusia,
masyarakat, institusi, filsafat dan sejarah. Dalam hal ini organisme dipandang
sebagai suatu hirarki, kesatuan yang saling membutuhkan dan masing-masing
bagian memiliki peran dalam mempertahankan suatu keseluruhan.
Segala sesuatu yang nyata adalah
rasional dan segala sesuatu yang rasional adalah nyata (all that is real is
rational and all that is rational is real) adalah merupakan dalil yang
menegaskan bahwa luasnya ide sama dengannya luasnya realitas. Dalil ini berbeda
dengan yang dinyatakan oleh keum empiris tentang realitas, “yang nyata” bagi
kaum empiris secara tegas ditolak oleh Hegel, sebab baginya itu tidaklah
rasional, hal tersebut terlihat rasional karena merupakan bagian dari aspek
keseluruhan.
Hegel meneruskan bahwa
keseluruhan itu bersifat mutlak dan yang mutlak itu bersifat spiritual yang
lambat laun menjadi sadar akan dirinya sendiri. Jadi realitas pada
kesendiriannya bukanlah hal yang benar-benar nyata, tetapi yang nyata pada
dirinya adalah partisipasinya pada keseluruhan.
Dalam bukunya Phenomenologi of
Mind (1807), Hegel menggambarkan tentang “yang mutlak” sebagai bentuk yang
paling sempurna dari ide yang selanjutnya menjadi ide absolut. Ide absolut
menurut Bertrand Russell adalah pemikiran murni, artinya adalah bahwa ide
absolut merupakan kesempurnaan fikiran atau jiwa yang hanya dapat memikirkan
dirinya sendiri. Pikirannya dipantulkan kedalam dirinya sendiri melalui
kesadaran diri.
3.DIALEKTIKA
Dialektika merupakan metode yang
dipakai Hegel dalam memahami realitas sebagai perjalanan ide menuju pada
kesempurnaan. Menelusuri meteri baginya adalah kesia-siaan sebab materi
hanyalan manifestasi dari perjalanan ide tersebut. Dengan dialektika, memahami
ide sebagai realitas menjadi dimungkinkan.
Dialektika dapat dipahami sebagai
“The Theory of the Unionof opposites” (teori tentang persatuan hal-hal yang
bertentangan). Terdapat tiga unsur atau konsep dalam memahami dialektika yaitu
pertama, tesis, kedua sebagai lawan dari yang pertama disebut dengan antitesis.
Dari pertarungan dua unsur ini lalu muncul unsur ketiga yang memperdamaikan
keduanya yang disebut dengan sinthesis. Dengan demikian, dialektika dapat juga
disebutsebagai proses berfikir secara totalitas yaitu setiap unsur saling
bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan
dilawan), serta saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai).
Untuk memahami proses triadic itu
(thesis, Antitesis, dan sithesis), Hegel menggunakan kata dalam bahsa Jerman
yaitu aufheben Kata ini memiliki makna “menyangkal”, “menyimpan” dan
“mengangkat”. Jadi dialektika bagi Hegel bukanlah penyelesaian kontradiksi dengan
meniadakan salah satunya tetapi lebihdari itu. Proposi atau tesis dan lawannya
antitesis memiliki kebenaran masing-masing yang kemudian diangkat menjadi
kebenaran yang lebih tinggi. Tj. Lavine menerangkan proses ini sebagai berikut:
1. menunda klonflik antara tesis
dan antitesis.
2. Menyimpan elemen kebenaran
dari tesis dan antitesis.
3. Memgungguli perlawanan dan
meninggikan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.
Hagel memberikan contoh sebagai
berikut “yang mutlak adalah yang berada murni (pure being)” yang tidak memiliki
kualitas apapun. Namun yang berada murni tanpa kualitas apapun adalah “yang
tiada (nothing)” ini merupakan regasi dari proposi atau tesis, oleh sebab itu
kita terarah pada antitesis “yang mutlak adalah yang tiada”. Penyatuan antara
tesis dan antitsis tersebut menjadi sinthesis yaitu apa yang disebut menjadi
(becoming) maka “yang mutlak adalah yang menjadi”, sinthesis inilah kebenaran
yang lebih tinggi.
Dialektika Hegel merupakan
alternatif tradisional yang mengasumsikan bahwa proposi haruslah terdiri dari
subjek dan predikat. Logika seperti ini bagi Hegel tidaklah memadai. Berikut
contoh yang bisa sedikit menerangkan tentang hal tersebut, dalam logika
tradisional terdapat proposi sebagai berikut Heru adalah seorang paman”, kata
paman disini merupakan predikat yang dinyatakan begitu saja benar (benar dengan
sendirinya), Heru tidak perlu mengetahui keberadaannya sebagai paman, maka
dalam hal ini logika tradisional mengandung cacat. Hegel menggantinya dengan
dialektika untuk menuju pada kebenaran mutlak, paman bagi Hegel tidaklah benar
dengan sendirinya, sebab eksistensinya sebagai paman juga membutuhkan
eksistensi orang lain sebagai keponakan. Dari perseteruan antara paman sebagai
tesis dan keponakan sebagai antitsis maka tidaklah memungkinkan kebenaran
parsial atau individual, kesimpulannya adalah kebenaran terdiri dari paman dan
keponakan. Jika dialektika ini diteruskan akan mencap[ai kebenaran absolut yang
mencakup keseluruhan.
Tidak ada kebenaran absolut tanpa
melalui keseluruhan dialektika. Setiap tahap yang belakangan mengandung semua
tahap terdahulu. Sebagaimana larutan, tak satupun darinya yang secara
keseluruhan digantikan, tetapi diberi tempat sebagai suatu unsur pokok di dalam
keseluruhan.
4.FILSAFAT SEJARAH
Setelah Hegel menyatakan bahwa yang sejati
adalah rasional dan kemudian menerangkan tentang dialektika yang membawa ruh
kepada titik absolut, maka kita kemudian akan di bawa pada pemahaman hakekat
sejarah. Sejarah bagi Hegel dapat dipahami sebagai proses dialektika ruh.
Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau pengejewantahan dari ide
universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan semua yang terjadi sebagai
proses.Bagi Hegel, sejarah berlaku pada kelompok bukan dalam individu. Searah
berkaitan dengan jiwa manusia dan seluruh budayanya bukan dengan Ilmu dan
tekhnologi seperti yang di jelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel
mengangap sejarah tidakah bergerak secara lurus terhadap kemajuan, namun ia
bergerak secara dialektis melalui jalan melingkar.
Dalam The Philosophy of History Hegel
mengatakan bahwa Esensi dari ruh adalah kebebasan , maka kebebasan adalah
tujuan dari sejarah. Sejarah baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan
kebebasan yang semakin besar. Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis
ruh, yang terbagi dalam tiga tahap : Pertama, Timur. Kedua, Yunani dan Romawi
dan Ketiga, Jerman. Pada fase pertama kita akan temui bahwa yang bebas hanyalah
satu orang, seperti yang kita lihat dalam monarki Cina dan Timur Tengah , lalu
sejarah bergerak pada masa Yunani Kuno dan Romawi dimana yang bebas menjadi
beberapa orang sebab masih ada pembedaan antara tuan dan budak maka bentuk yang
sempurna adalah Jerman dimana yang bebas adalah semuanya Pemikiran Hegel
mengarahkan kita pada pemahaman bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan
atas cita-cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang
merupakan meja pembantaian dimana kesengsaraan, kematian , ketidakadilan dan
kejahatan menjadi bagian dari panggung dunia. Namun Filsafat sejarah merupakan
teodisi atau usaha untuk membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan
bahwa tuhan membiarkan kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan
yang salah tentang sejarah di sebabkan karena merekan hanya melihat permukaanya
saja, tetapi mereka tidak melihat aspek Laten serta potensial dalam sejarah
yaitu jiwa absolute dan esensi jiwa yaitu kebebasan.
5. Negara
Negara merupakan tema sentral dalam
pembahasan tentang kehidupan dalam masyarakat politik. Sebagai seorang filosof,
Hegel kemudian merumuskan bentuk negara ideal baginya, pandangannya tentang
negara tersebut dapat dilihat pada dua karyanya yaitu The Philosopy of History
dan The Philosopy of Law. Tentu saja pandangannya tentang negara tidak lepas
dari sistem filsafat yang dibangunnya.Hegel menunjukkan bahwa hakekat manusia
dimasukkan dan diwujudkan dalam kehidupan negara-bangsa. Menurutnya,
negara-bangsa merupakan totalitas organik (kesatuan organik) yang mencakup
pemerintahan dan institusi lain yang ada dalam negara termasuk keseluruhan
budayanya. Hegel juga menyatakan bahwa totalitas dari budaya bangsa dan
pemerintahannya merupakan individu sejati. “Individu sejarah dunia adalah
negara-bangsa”, maksudnya negara merupakan individu dalam sejarah dunia.
Negara merupakan manifestasi dari
ide universal. Sedangkan individu (orang per orang) merupakan penjelmaan dari
ide partikular yang tidak utuh, dan merupakan bentuk kepentingan yang sempit.
Negara memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, memperjuangkan/merealisasikan
ide besar. keinginan negara merupakan keinginan umum untuk kebaikan semua
orang, karenanya negara harus dipatuhi dan negara dapat memaksakan keinginannya
pada warganya. Negara adalah “penjelmaan dari kemerdekaan rasional, yang menyatakan
dirinya dalam bentuk objektif”.
Karena itulah negara yang
dibentuk Hegel adalah absolut. Negara baginya bukan apa yang di gambarkan John
Lock atau teoritisi-teoritisi kontrak sosial yang dibentuk dari kesepakatan
bersama dari rakyatnya, Hegal berpendapat sebaliknya ,negaralah yang membentuk
rakyatnya. Hegel memang mensakralkan negara sampai ia menganggap bahwa sepak
terjang negara di dunia ini sebagai “derap langkah Tuhan di bumi” The State is
devine idea as it exists on earth. (Ahad Suhelmi: 256-259)
Dalam perspektif ini individu
tidaklah dimungkinkan untuk menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan
parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas.
Hegel menyatakan dalam Reason of History: segala yang ada pada manusia, dia
menyewa pada negara, hanya dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka
tidak seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia mungkin bisa
memisahkan diri dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia.
Lalu dimanakah existensi individu
ketika ia tidak lagi memiliki kekuasaan dan kebebasan? Hegel menjawabnya dengan
membedakan kebebasan formal dan kebebasan substansial. Berikut ini penjelasanya
1. Kebebasan formal merupakan
kebebasan yang diasumsikan oleh kaum atomis di masa pencerahan, dimana individu
terisolasi, kebebasan ini diraih dari sifat alamiah seperti: kehidupan,
kebebasan dan properti (hak milik), kebebasan ini bersifat abstrak dan negatif.
Bagi Hegel, inilah kebebasan dari penguasa yang menindas.
2. Kebebasan substansial adalah
merupakan kebebasan ideal bagi Hegel, hal ini cita-cita moral masyarakat yang
berasal dari kehidupan spiritual masyarakat tertentu. Kebebasan ini hanya dapat
diraih dari negara, di sinilah cita-cita etika dan jiwa fundamental orang-orang
dalam hukum-hukum dan institusi-institusinya dapat dicapai.
Dalam pandangan Hegel, jika kita
membenci budaya kita dan tidak sependapat dengan cita cita dan institusi
masyarakat kita maka kita berada dalam keterasingan. Keterasingan merupakan
terdiri dari banyak komponen yaitu: perasaan menjadi asing diri, terputus dari
perasaan sendiri ataupun identitasnya sendiri; perasaan tidak memiliki norma;
tidak memiliki arti; lemah dan lain lain.Keterasingan yang dipahami Hegel
merupakan kegagalan kehendak individu untuk beradaptasi dengan yang lebih besar
yaitu kemauan masyarakat. Keterasingan merupakan kondisi dimana seseorang tidak
bisa mengidentifikasikan diri dengan moralitas publik dan institusi masyarakat
potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolut dan esensi jiwa yaitu kebebasan
6.The Philosophy of History
“Semua yang real bersifat
rasional dan semua yang rasional bersifat real”
Pernyataan Hegel ini, cukup
beralasan karena ia memulai pandangan metafisiknya dari rasio. “Ide yang bisa
dimengerti” itu setali tiga uang dengan “kenyataan”. Selalu mengalami proses
dialektika.[5] Tentu karena ia seorang idealis, pandangan akan urgensitas rasio
ini begitu mendominasi dalam setiap jejak filsafatnya. Namun, perlu diuraikan,
bahwa rasio disini bukan bermakna rasio manusia perseorangan, sebagaimana
mengemuka dalam pandangan kita selama ini, melainkan rasio subyek absolute yang
menerima kesetaraan ideal seluruh realitas dengan subyek. Kesetaraan antara
“rasio” atau “ide” dengan “realitas” atau “ada”. Dan realitas utuh, sebagaimana
dikehendaki Hegel, adalah proses pemikiran (idea) yang terus menerus
memikirkan, dan sadar akan dirinya sendiri.[6].
Apa yang benar, bagi Hegel,
adalah perubahan itu sendiri. Oleh karenanya, konsep filsafatnya menjadi amat
relatif dan bersifat historis. Mulai dari sinilah, lalu istilah “sejarah”
begitu populer dalam filsafat Hege.[7]. Hegel percaya bahwa sejarah adalah
kepastian absolute yang akan diperoleh dengan mengkompromikan
perbedaan-perbedaan ke dalam satu sistem integral yang dapat mewadahi
segala-galanya. Hegel ingin meleburkan berbagai perbedaan dalam sistem
metafisiknya ke dalam satu sintesis universal, yakni Aufhebung. Aufhebung ini
dapat berupa apa saja: Negara, Masyarakat, Pasar, atau institusi apa pun yang
merupakan kompromi dari perbedaan-perbedaan. Hegel membayangkan adanya suatu
sistem yang secara metafisik dapat memayungi segala anasir yang berbeda dan
merangkulnya menjadi satu. Penalaran dialektis Hegel ini melihat perbedaan
sebagai ancaman yang harus ditanggulangi dengan mengintegrasikannya ke dalam suatu
pola yang koheren dan stabil. Dalam pandangan Hegel, kemungkinan-kemungkinan
direpresi sedemikian rupa dengan menyajikan gambaran yang sepenuhnya pasti
tentang masa depan. Hegel sendiri memandang filsafat dan metafisika haruslah
memberi kepastian kepada manusia modern. Kepastian ini diperlukan agar mereka
dapat melangkah menuju masa depan dengan langkah yang tepat dan terukur
(Fayyadl, 2005: 209).
Untuk menjelaskan pandangan Hegel
tentang uraian di atas, berikut akan kita bagi model pemikiran Filsafat Sejarah
Hegel menjadi dua karakter :
Filsafat Sejarah Formal—Hegel’s
Philosophy of History.
a. Budi (Vernunft)
Pusat filsafat Hegel ialah konsep
Geist, bermakna “roh” atau “spirit”. Roh
dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, konkret, kekuatan yang
obyektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit (dunia roh),
dan yang terdapat pada objek-objek khusus Dalam kesadaran diri, roh itu
merupakan esensi manusia dan esensi sejarah manusia.[8]
5.Hamersma,Tokoh-tokoh filsafat
modern,hal.42
6. Ahmad tafsir. filsafat ilmu,
akal sejak thales sampai james, h 152
7..ibid hal 153
8. ibid hal 152
Dengan demikian, kita bisa
mengerti bahwa seluruh proses dunia merupakan suatu perkembangan Roh. Konsisten
dengan hukum dialektika—akan dijelaskan nanti, perkembangan Roh senantiasa
menuju kepada Yang Mutlak, tahap demi tahap [9].
Lebih tegasnya, perkembangan Roh
bisa dipetakan menjadi tiga tahap [10]. Pertama, roh subyektif, menjelaskan
bahwa setiap orang masih bertaut erat dengan alam. Pada masa ini, roh mulai
bergeser dari “berada-di-luar-dirinya” menuju “berada-bagi-dirinya”. Namun,
karena ia belum benar-benar berpindah “bagi-dirinya”, karenanya ia tidak dapat
ditukar dengan yang lain. Maksudnya, manusia masih sebagai bagian dari alam
karena ia hanya menampakkan drinya sebagian, belum sepenuhnya.
Kedua, roh obyektif, menjelaskan
bahwa bentuk-bentuk alamiah yang terkandung dalam roh subyektif diperluas, atau
lebih tepatnya direalisasikan, ke dalam wilayah yang lebih konkret. Kehendak
rasional yang tadinya besifat individual dibahasakan secara obyektif ke dalam
bentuk yang lebih universal. Karena sebab inilah, roh obyektif lebih dominan
mengandung unsur-unsur etika, misalnya kesusilaan, moralitas, dan hukum.
Unsur-unsur etika dari roh obyektif tadi semakin menemukan tempatnya ketika
terjadi pertemuan roh subyektif menuju tingkat yang lebih dewasa dalam
keluarga, masyarakat, dan Negara, serta tentu saja sejarah; tempat ketiganya
berkembang sebagai proses pertemuan antara idealitas dan realitas.
Begitu proses pertemuan antara
idealitas dan realitas, yang terbahasakan dalam “Negara”, mengalami titik
klimaksnya, maka Roh akan tiba di tahap paling puncak, Roh Mutlak, yaitu masa
dimana Roh telah sungguh-sungguh “berada dalam dirinya dan bagi dirinya” secara
utuh dan penuh.
Kulminasi ketegangan antara roh
subyektif (individu) dan roh obyektif (kekuasaan Negara) seketika lenyap
melebur dalam Roh Mutlak. Bermuara dari asumsi ini, lalu Hegel menyebut
filsafatnya dengan idealisme mutlak, sebagai peretas kulminasi ketegangan
antara idealisme subyektif Fichte dan idealisme obyektif Schelling
9. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari
Sejarah Filsafat Barat 2,hal 101
10.110.ibid h 101-105.
b. Dialektika
Dalam menjelaskan sistem filsafat
Hegel, kurang begitu lengkap jika tidak menyinggung triadik Hegel: tesa,
antitesa, dan sintesa. Namun, sebelum menjelaskan lebih jauh tentang ketiga hal
ini, ada baiknya kita pahami walau selintas, istilah “ide” dan “dialektika”
sebagai dasar pemahaman awal kita menuju pengertian tiga istilah di atas.
Sebagaimana tersirat dalam uraian
sebelumnya, dialektika merupakan suatu “irama” yang memerintahkan seluruh
filsafat Hegel. Menurut Llyod Spencer dan Andrzej Krauze, dialektika bukan
merupakan “metode” atau suatu sistem yang prinsip, sebab yang menyebabkan ia begitu
rumit untuk dijelaskan karena proses dialektika hanya mudah dimengerti dalam
hal yang bersifat konkret . Barangkali karena alasan demikian , Hegel tetap
bersikukuh pada keyakinannya bahwa antara “idealitas” dan “realitas” tidak ada
perbedaan. Pengertian ini, oleh Hadiwijono, justru dipahami sebagai pengertian
ontologis dialektika itu sendiri. Bahwa pengertian-pengertian dan
kategori-kategori sebenarnya bukan hanya yang menyusun pemikiran kita,
melainkan suatu kenyataan sebagai kerangka dan hakikat dunia dalam pikiran
[11]. Dengan demikian, dialektika dapat kita pahami sebagai usaha mendamaikan
dan mengompromikan hal-hal yang berlawanan [12]. Kendatipun lalu akan kita
ketahui, bahwa sistem inilah yang akhirnya menjadi kelemahan Hegel karena
terlalu memaksakan dialektika terhadap segala sesuatu. Dan dari sini, semakin
nampak bahwa suatu perbedaan, pada hakikatnya akan menjadi ancaman serius dalam
filsafat Hegel.
Hal yang membedakan dialektika
Hegel dengan logika Klasik adalah pada logika klasik tidak dipercayainya
prinsip kontradiksi, sedangkan dalam konsep dialektika Hegel dimungkinkan.
Hegel percaya bahwa kontradiksi dialektik adalah titik sentral dalam pemahaman
alam. Dan kontradiksi itu ia simbolkan melalui triadik dealektik: tesis,
antitesis, dan sintesis. Simak kerangka dialektika Hegel dalam dalam rantai
tesis, sintesis dan antitesis sebagaimana telihat dalam gambar berikut:
Proses dialektika terdiri atas
tiga fase:
1. Tesis
2. Antitesis
3. Sintesis
11. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari
Sejarah Filsafat Barat 2,hal 101
12.Ahmad tafsir. filsafat ilmu,
akal sejak thales sampai james, hal 153
Contoh aplikasi dialektika
(diambil dari Bertrens, 1979:69): Ada tiga bentuk Negara: (1) Diktator. Disini
hidup warga Negara diatur dengan baik, tetapi warga Negara tidak memiliki
kebebasan (tesis). (2) Keadaan ini mena,pilkan lawannya, Negara anarki
(antitesis). Dalam bentuk ini warga Negara memiliki kebebasan tanpa batas,
tetapi kehidupan kacau. (3) Tesis dan Antitesis ini disintesis, yaitu Negara
demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga Negara dibatasi oleh undang-undang,
dan hidup masyarakat tidak kacau.
Ilustrasi gambar di atas daapat
kita jelaskan dengan menyimak masing-masing pengertian tiga istilah triade
tersebut. Pertama, tesis, merupakan “yang ada”. Sebagai pengertian umum, maka
ia lepas dari segala isi yang konkret. Tidak memuat apa-apa dan tidak dapat
dijelaskan bagaimanana. Ketiadaan pengertian yang jelas dari tesis ini
melahirkan triade kedua, sintesis, atau “yang tidak ada”. Triade terakhir ini
mengandung pengertian yang sama dengan tesis, artinya perngertian yang tidak
dapat dimengerti bagaimana. Begitu kebuntuan erjadi di masing-masing triade,
maka muncullah sintesis atau “yang menjadi” sebagai titik sentuh dari tesis dan
sintesis. Namun ternyata proses dialektika itu tidak berhenti sampai titik ini.
Pengertian “menjadi” ini mengandung pengertian “yang menjadikan”. Karenanya,
“yang ada”, karena “menjadi”, berada sebagai “yang terbatas”. Adanya sesuatu
“yang terbatas” ini bisa menjadi tesis baru, dan karenanya mengandaikan suatu
“yang tidak terbatas”, atau antitesis baru. Dengan demikian, keduanya akan
mengahasilkan sistesis baru sebagai aufhebung [13]. Kata aufhebung atau
aufheben dari Hegel berkaitan dengan fase ketiga dari dialektika yang dikenal
dengan fase sintesis itu. Di dalam fase ini, terjadi aufheben yang berarti
terjadinya negasi dan pengangkatan. Terjadinya negasi berarti bahwa tesis dan
antitesis sudah lewat dan tidak ada lagi, sedangkan pengangkatan memiliki arti
bahwa walaupun tesis dan antitesis dinegasikan, tetapi kebenaran daripada tesis
dan antitesis tetap dipertahankan dan disimpan di dalam sintesis dengan bentuk
yang lebih sempurna.
13. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari
Sejarah Filsafat Barat 2,hal 102
7.Konsep Moral Hegel
Menurut Hegel, moralitas tidak lepas
dari pengaruh nilai-nilai mutlak yang ada dalam Idea, tetapi tidak juga lepas
dari apa yang ada dalam dunia empiris, yang ada dalam masyarakat. Bahkan, ia
adalah sintesa dari keduanya. Moralitas Hegel adalah sintesa dari konsep Hume
dan Kant; sintesa antara yang empiris dengan yang ada dalam Idea. Konsep
moralitas Hegel yang memperhatikan dunia empiris masyarakat berarti mengangkat
kembali apa yang disampaikan Aristoteles tentang aktivitas potensi manusia,
dimana bahwa aktualisasi potensi tidak akan mencapai kebahagiaan kecuali
diaktualisasikan dan dihayati dari norma-norma yang ada dalam dalam masyarakat.
Dan dengan konsepnya tentang Idea, ia berarti juga telah memperkokoh konsep
Kant tentang imperatif kategoris. Akan tetapi, dengan adanya sistesa antara
keduanya, Hegel memberikan makna tersendiri bagi moralitas, yang dengan itu
berarti mengisi kekurangan yang ada pada Aristoteles; soal transendensi, dan
kekurangan yang ada pada Kant, soal realitas norma yang ada dalam masyarakat.
Persoalan yang ada pada Hegel adalah, terutama dalam konsep dialektikanya,
bahwa persoalan dunia tidak mesti, minimal belum tentu merupakan
sistesa-sintesa. Dalam alam idea mungkin bisa dijelaskan secara logika, tetapi
dalam dunia nyata, hal itu sulit dijelaskan. Banyak hal yang terasa terlalu
dipaksakan untuk menjadi sebuah sintesa.
8. Sistem Hegel.
Idealisme Hegel merupakan sejarah
ide-ide yang objektif ontologis dan organologis.Sistem Hegel terbagi dalam dua
, yaitu:
a. Logika :
Logika mencoba menangkap roh
sebgai sebagai universum pikiran murni atau likisan Tuhan sebelum menciptakam
alam semesta.Logilka terdiri dari tiga bagian yaitu ; 1. Logik des Seins
(logika objektif) seperti klualitas,hal mengada.hal tak mengada,hal
terbatas,hal tak terbatas,ukuran ,kwantitas.
2. Logik des Wessens (logia
objektif), seperti essensi sebagai dasar eksistensi,erscheinung,kenyataan
3.Logika des Begriffes (logika
subjektif), seperti pengertian subjektif,objek
b. Fisafat
Alam:
Mekanika (ruang waktu
gerakan,materi,gravitasi), fisika (bintang-bintang,unsur-
unsur,kohesi, bunyi,panas,kimia),
organika ( zoologi,botani)
Menurut Hegel alam berbeda dengan
ide,dimana dari ide akan memunculkan
berbagai ilmu yang dinamis,alam
itu sifatnya statis sedangkan ilmu bersifat dinamis.[14]
14. M.A.W. Brouwer, hal 16
PENUTUP
Dalam hal ini Hegel memang tidak
memaknai filsafat sejarah hingga pada tataran definisi konkret dan
spesifik,tapi pandangannya mengenai sejarah sudah merupakan unsur integral dari
filsafat sejarah itu sendiri,serta pernyataannya yang memandang filsafat
sejarah sebagai sebuah pertimbangan pemikiran terhadapnya.Pemikiran sendiri
merupakan realitas tertinggi,serta sebagai hakekat kemanusiaan.Hegel mampu
meyakinkan kepada setiap orang bahwa sejarah merupakan suatu nilai yang sangat
berharga dalam kehidupan manusia.Dengan berbagai dinamika pemikiran dan
tindakan manusia sebagai sebuah bentuk pengakuan atas eksistensi suatu wujud
material.Dalam bukunya Filsafat Sejarah;Hegel mencoba membuat suatu metode
sejarah menjadi tiga yaitu: Sejarah Asli.Memiliki warna yang khas,yang
perajalanannya berkisar pada perbuatan,peristiwa,dan keadaan.Fase ini diawali
dengan kemunculan filsuf era Yunani
kuno,yakni;Herodotus,Thucydides,Xenophone,dll;SejarahReflektif,adalah sejarah
yang cara penyajiannya tidak dibatasi oleh waktu yang berhubungan,melainkan
yang ruhnya melampaui batas;dan terakhir Sejarah Filsafati.Hegel menyatakan
bahwa sejarah merupakan konsepsi sederhana Rasio.Rasio sendiri merupakan
penguasa dunia,sehingga sejarah dunia memberikan suatu proses rasional kepada
kita.Hegel dengan segala dinamika pemikirannya mampu membuka ranah
intelektualitas kita secara lebih luas.Luas dalam menyikapi sejarah tidak hanya
sebagai fenomena realitas,namun perwujudan atas perubahan kondisi masyarakat
dimasa depan.Dia telah menempatkan ruh dunia, rasio manusia, dan kebebasan
memperoleh makna dan posisi yang nyaman didalam konteks sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari
Sejarah Filsafat Barat 2.Kanisius,Yogyakarta.2005
2. Diane Collinson, Lima Puluh
Filosof Dunia Yang Menggerakan, PT. Grafindo, Jakarta
2001
3. M.A.W. Brouwer, Sejarah
Filsafat Barat Modern dan Sejaman,Penerbit Alumni,
Bandung. 1979
4. Harry Hamersma, Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern, Jakarta, Gramedia, 1992
5. Ahmad Tafsir. filsafat ilmu,
akal sejak thales sampai capra ,Pt Remaja Rosdakarya
Bandung.
6.Fuad Rumi MS, filsafat ilmu,
universitar muslim Indonesia 1999
7.Jostein gaarder dunia sophie,
mizan pustaka,Bandung
8.Russell, Bertrand 2002, Sejarah
Filsafat Barat, terjemahan Sigit Jatmiko dkk. Dari History of
Western
Philosophy and its Connection with Political and Social Circumstances from the
Earliest
Times to Present Day (1946). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar