Sabtu, 02 November 2013

Georg Wilhelm Friedrich Hegel by Asep Sofiawan Rozal



PENDAHULUAN
            Filsafat sejarah merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari rangkaian keilmuan filsafat secara umum. Juga Merupakan bagian integral yang berpengaruh dalam memahami dan mengkaji sejarah dari sudut pandang filsafat. Memandang sejarah bukan hanya masa lampau namun juga menjadi unsur perubahan dari masa ke masa.Beberapa tokoh bermunculan dari ranah filsafat sejarah,dan Hegel termasuk didalamnya. Dia merupakan salah satu filsuf ternama yang dihasilkan Jerman sebagai sebuah tempat yang layak bagi lahirnya beberapa filsuf terkenal dan berpengaruh. Disamping Immmanuel Kant, Hegel memiliki konsistensi dalam berfikir dan kapabilitas rasio yang mampu menterjemahkan hidup dalam bentuk rumus dialektikanya yang terkenal. Hegel seorang yang progresif dalam berfikir dan bertindak,meskipun tidak reaksioner dalam bersikap terhadap realitas. Filsafat Roh yang merupakan karakternya,yang dia akui merupakan hasil sintesa antara pemikiran Fichte dan Schelling dizaman pertumbuhan filsafat idealisme Jerman abad-19.
Hegel cenderung memaknainya sebagai Roh Mutlak atau Idealisme Mutlak. Pandangannya mengenai realitas begitu jauh dan meluas. Selain pandangannya mengenai pikiran sebagai sesuatu yang mempengaruhi kehidupan fisik dan material.Hegel memiliki pengaruh yang sangat besar dalam ilmu pengetahuan pada abad-19 dalam hal melakukan pembuktian nilai-nilai realitas dengan nalar yang dia terjemahkan dalam bentuk hukum dialektik,dikemudian hari tanpa disadari menjadi inspirasi Karl Marx dalam menetapkan teori materialis didalam tubuh sosialismenya.
Konsistensinya dalam melakukan telaah pemikiran atas ‘idea’ menjadi sebuah kondisi yang menarik untuk dikaji serta menjadi sebuah tambahan ilmu. Dialektika Hegel menjadi sebuah pisau analisis dalam menelaah sejarah secara lebih mendalam serta ilmu pengetahuan secara global. Dialektikanya seolah suatu metode yang mampu memecahkan problem realitas kehidupan.

PEMBAHASAN
1.Biografi Singkat Georg Wilhelm Friedrich Hegel.
Hegel seorang berkembangsaan Jerman yang dilahirkan di Kota Stuttgart pada tgl. 27 Agustus 1770 dengan nama lemgkapnya Georg Wilhelm Friedrich Hegel, kelurganya secara status sosial mapan dan ibunya sangat memperhatikan pendidikan,  Dia sempat pula mengenyam pendidikan di Gymnasium Stuttgart, kemudian melanjutkan di UniversitasTubingen. Selama hidupnya didedikasikan untuk mempelajari dan mengkaji filsafat secara mendalam, dengan banyak membaca artikel, buku-buku dari beberapa pemikir filsafat yang sempat pula mempengaruhinya seperti; Aristoteles, Descartes, dan Kant. Ini adalah tahun-tahun Revolus Prancis (1789), juga merupakan tahun-tahun berbunganya kesusastraan Jerman. Lessing, Goathe, dan Schiller hidup pada periode ini juga:, Friedrich Holderlin, sastrawan puisi Jerman terbesar, adalah kawan dekat Hegel, juga lahir pada tahun 1770, sama dengan pengarang lagu yang kondang,Beethoven. Di Universitas Tubingen ia belajar teologi, tahun 1791 ia memperoleh gelar doktor dalam teologi. Oleh karena itu, karya Hegel yang mula-mula adalah mengenai agama Kristen, seperti The Life of Jesus dan The Spirit of Christianity.[1]
Hegel ialah puncak gerakan filsafat Jerman yang berawal dari Kant; walaupun Ia sering mengkritik Kant, sistem filsafatnya tidak akan pernah muncul kalau tidak ada Kant. Pengaruhnva, kendati kini surut, sangat besar, tidak hanva atau terutama di Jerman. Pada akhir abad 19, para filsuf akademik terkemuka, baik di Amerika maupun Britania Raya, sangat bercorak Hegelian. Di luar filsafat mural, banyak teolog Protestan mengadopsl doktrin-doktrinnya, dan filsafatnya tentang sejarah mempengaruhi teori politik secara mendalam. Marx, seperti yang kita ketahui, ialah murid Hegel semasa mudanya, dan dalam sistem filsafatnya yang terakhir Ia masih mempertahankan heberapa corak Hegelian. Bahkan jika (sebagaimana yang saya yakini) hampir semua doktrin Hegel itu salah, ia masih tetap penting, tidak hanya secara historis, sebagai contoh-terbaik jenis filsafat tertentu yang, di sisi lain, kurang runtut dan kurang komprehensif. Dalam hidupnya terdapat beberapa peristiwa penting. Semasa mudanya ia tertarik terhadap mistisisme, dan pandangannya yang belakangan bisa dianggap, sedikit-banyak, sebagai intelektualisasi terhadap apa yang mulanya tampak padanya sebagai wawasan mistik. [2]
Hegel menyatakan bahwa ‘ruh dunia’ merkembang menuju pengetahuan itu sendiri yang juga harus berkembang . sama halnya dengan sungai-sungai makin lama sungai menjadi lebar ketika merndekati laut . menurut hegel, sejarah adalah kisah tentang ‘ruh dunia’ yang lambat laun mendekati kesadaraan itu sendiri. Meskipun dunia itu selalu ada, kebudayaan manusia dan perkembangan manusia telah membuat roh dunia semakin sadar akan nilainya yang hakiki [3]
Hegel menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Namun ketika is mengatakan hal ini is tidak me¬maksudkan “yang nyata” itu sebagai apa yang menurut para empirisis dipandang nyata. Ia mengakui, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi empirisis terlihat sebagai fakta adalah, dan pasti, tidak rasional; ini
hanya setelah karakter yang terlihat pada fakta itu dijelmakan dengan memandang

[1] Ahmad tafsir. filsafat ilmu, akal sejak thales sampai james, h 134
[2] Bertrand Russell sejarah filsafat barat (pustaka pelajar,cetakan ke II) ,h 951-952
[3] Jostein gaarder dunia sophie (mizan pustaka) h 395

karakter-karakter itu sebagai aspek-aspek dari keseluruhan sehingga terlihat rasional. Sekalipun begitu, identifikasi terhadap yang nyata dan yang rasional itu tentu menimbulkan beberapa kepuasan yang tak bisa dipisahkan dari keyakinan bahwa “apa saja yang berada (is), adalah benar”. Keseluruhan itu, dengan segala kerumitannya, oleh Hegel disebut “Yang Mutlak”. Yang Mutlak itu bersifat spiritual; pandangan Spinoza, bahwa ini mempunyai atribut perluasan sebagaimana pada pikiran, di tolak.[4]
Masa tahun Hegel 1788-1793 sebagai mahasiswa teologi di Tübingen ,ia bersahabat dengan  penyair Holderlin Friedrich (1770-1843) dan Friedrich von Schelling (1775-1854),dimana pada paruh pertama abad kesembilan belas menjadi filsuf jerman yang ternama. Persahabatan ini jelas memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan filsafat Hegel, hubungan ketiga filsuf ini sangaatlah erat. Setelah lulus, Hegel bekerja sebagai tutor bagi keluarga di Bern dan kemudian Frankfurt .Sampai sekitar 1800, Hegel mengembangkan ide-idenya mengenai tema-tema agama dan sosial, Hegel menjadi seorang pendidik yang reformis  dan modern, hal ini digambarkan tokoh Pencerahan Jerman seperti Lessing dan Schiller.
 Tahun 1790an Universitas Jena telah menjadi pusat perkembangan filsafat kritis karena adanya KL Reinhold (1757-1823) dan kemudian Fichte, dan pada akhir dekade Schelling, yang telah tertarik dengan kehadiran Fichte, telah memantapkan dirinya di sana. Pada tahun 1801 Hegel pindah ke Jena untuk bergabung dengan  Schelling,  pada saat berkembang idealisme dan romantisme. Pada akhir 1801, Hegel menerbitkan karya pertama filosofisnya yaitu System of Philosophy. Sampai 1803 bekerja sama dengan Schelling, Ia menjadi editor Journal Kritis Filsafat.

[4] Jostein gaarder dunia sophie (mizan pustaka) h 952

Pada akhir 1806 Hegel telah menyelesaikan pekerjaan besar pertamanya,yaitu sang Fenomenologi Roh (diterbitkan 1807), yang menunjukkan perbedaan dari sebelumnya, pendekatan yang tampaknya lebih Schellingian,. Schelling, yang telah meninggalkan Jena pada tahun 1803, ditafsirkan sebuah kritik berduri dalam kata pengantar Fenomenologi sebagai ditujukan padanya, dan persahabatan mereka tiba-tiba berakhir. Ketika Jena diduduki pasukan Napoleon universitas dimana Hegel bekerja ditutup dan  Hegel meninggalkan kota Jena. Kemudian Ia menjadi editor Sekarang tanpa perjanjian universitas ia bekerja untuk waktu yang singkat, surat kabar di Bamberg, dan kemudian dari 1808-1815 sebagai kepala sekolah dan guru filsafat di sebuah "gimnasium" di Nuremberg. Selama waktunya di Nuremberg dia menikah dan memulai sebuah keluarga, dan menulis dan menerbitkan Ilmu tentang Logika. Pada 1816 ia berhasil kembali ke karir universitas dengan menjadi ditunjuk menjadi guru besar  filsafat di Universitas Heidelberg. Kemudian pada 1818, ia ditawari dan menjadi guru besar filsafat di Universitas Berlin, posisi paling bergengsi di dunia filosofis Jerman. Sementara di Heidelberg ia menerbitkan Encyclopaedia dari Ilmu Filsafat, sebuah kerja yang sistematis di mana sebuah versi singkat Science sebelumnya Logic (yang "Encyclopaedia Logic" atau "Lesser Logic") diikuti dengan penerapan prinsip-prinsip kepada Filsafat Alam dan Filsafat Roh. Pada tahun 1821 di Berlin Hegel menerbitkan karya utama dalam filsafat politik, Unsur dalam Philosophy of Right, berdasarkan kuliah yang diberikan di Heidelberg tetapi akhirnya didasarkan pada bagian Filsafat Encyclopaedia of Roh berurusan dengan Selama sepuluh tahun berikutnya "roh objektif." sampai kematiannya pada tahun 1831 Hegel selebriti dinikmati di Berlin, dan versi berikutnya dipublikasikan Encyclopaedia. Setelah versi kematiannya karena kuliah pada filsafat sejarah, filsafat agama, estetika, dan sejarah filsafat diterbitkan.
Hegel memang bukan seorang politikus namun dialektikanya mampu menjadi inspirasi para politikus dalam melakukan kajian politik dan sosial.Sehingga terkadang menjadi pisau analisis yang cukup akurat dalam memandang realitas.Hegel mengakui dirinya cenderung befikir bebas selayaknya filsuf dalam memaknai kehidupan dan pemikiran/rasio.Namun Hegel memandang justru kebebasan merupakan wujud pengakuan dan penerimaan sadar manusia atas suatu sistem nilai dalam hidup,seperti nilai yang terkandung dalam ajaran agama (kristen). Pemikiran Hegel yang senantiasa berdialektika terhadap realitas dan memandang adanya ’realitas mutlak’ atau ruh mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan,sangat mempengaruhi dalam memandang sejarah secara global,ini terbukti saat dialektikanya mampu memasukkan pertentangan didalam sejarah sehingga dapat mengalahkan dalil-dalil yang bersifat statis.Hingga terbukti pembuktian-pembuktian ilmiah yang dihasilkan.Dari sanalah filsafat sejarah layak ditempatkan,sebagai bagian yang utuh dari dunia kefilsafatan. Hegel juga memandang bahwa sejarah merupakan suatu kondisi perubahan atas realitas yang terjadi,dia pula yang menyatakan sejarah menjadi sebuah hasil dari dialektika,menuju suatu kondisi yang sepenuhnyarasional.
Menurutnya dialektika merupakan proses restorasi yang perkembangannya berasal dari kesadaran diri yang akhirnya akan mencapai kesatuan dan kebebasan yang berasal dari pengetahuan diri yang sempurna,dia pula merupakan suatu aktvitas peningkatan kesadaran diri atas pikiran yang menempatkan objek-objek yang nampak independen kearah rasional,yang kemudian diadopsi Marx menjadi bentuk lain yakni ’alienasi’. Dialektika Hegel menjadikan akhir sesuatu menjadi awal kembali.seperti sebuah siklus.3 prinsip utamanya;thesis-antithesis (terjadi 2 tahap perubahan yakni kualitatif dan kuantitatif)-sinthesis.Thesis merupakan perwujudan atas pandangan tertentu,antithesis menempatkan dirinya sebagai opisisi,serta sinthesis merupakan hasil rekonsiliasi atas pertentangan sebelumnya yang kemudian akan menjadi sebuah thesis baru.Dan begitu seterusnya.Sehingga ketiganya merupakan pertentangan yang kelak menjadi kesatuan utuh dalam realitas.Sebagai sebuah analogi sederhana ada ’telur’ sebagai thesis,yang kemudian muncul ’ayam’ sebagai sebuah sinthesis,yang antithesisnya ’bukan-telur’.Dalam dilektika ini,bukan berarti ’ayam’ telah menghancurkan ’telur’ namun, dalam hal ini sebenarnya ’telur’ telah melampaui dirinya sehingga menjadi ’ayam’,dengan sebuah proses.Yang kemudian itu akan kembali menjadi telur,dan terus seperti itu.Sehingga dialektika merupakan proses pergerakan yang dinamis menuju perubahan.Pemikirannya tentang Roh Mutlak atau absolut dapat dilalui dengan pendekatan filsafat,agama dan seni,sehingga beliau senantiasa mengkaji dan menguasai ketiga komponen yang juga mempengaruhi pemikiran Hegel selama ini.Pengkajiannya yang begitu ketat,yang kemudian memutuskan bahwa filsafat-lah yang memiliki tingkat pemahaman yang lebih yang mampu menuju kepemahaman mengenai hakekat Roh Mutlak,dikarenakan sifatnya yang konseptual dan rasional.
Disamping pemikirannya yang menjunjung kebebasan sebagai unsur pada keberadaan Roh Mutlak.Dia meyakini adanya essensi Roh Mutlak adalah ketidakterikatan atau kebebasan.Komponen yang kemudian melahirkan konsepsi sosial-politik dalam negara. Roh Mutlak merupakan sesuatu yang bersifat ’Idea’ yang melekat pada dirinya sebagai sesuatu yang riil.Sehingga menurutnya kondisi realitas merupakan riil ada,dan sesuatu yang riil merupakan realitas tersebut.Bukan berarti sesuatu yang tidak riil itu bukan realitas,namun disanalah ruang telaah yang mendalam perlu mendapat tempat.Masih menurutnya,yang menganggap bahwa negara sebagai sebuah institusi kemasyarakatan,merupakan sebuah bentuk kemajuan pikiran/idea kearah kesatuan bentuk dengan nalar. Cukup banyak para pemikir atau filsuf yang menganggap Hegel merupakan filsuf abstraksi,padahal secara kasat mata sesungguhnya dia sedang menampilkan suatu bentuk konkretisasi dalam mengolah pikirannya sendiri.Bahkan dirinya sempat mengkritik gaya abstraksi dari rasionalisme abad-18.Gaya bahasa yang terlalu luas dan mendalam kadang malah mempersulit dalam mencari sebuah hakekat pikiran itu sendiri.Sehingga konkretisasi pikiran Hegel nampak dalam beberapa artikel dan buku karyanya yang mencoba menampilkan aktualisasi pikirannya yang mampu menjawab realitas.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel meninggal dunia  pada 14 November 1831 di Berlin,Jerman. Pemikiran serta beberapa karyanya mampu memberikan pencerahan kembali filsafat Jerman pada khususnya,dan dunia secara global.Hegel cukup banyak mempengaruhi para filsuf,dibawahnya,seperti;Feurbach,Marx,Engles (dengan dialektika materialisme),Jurgen Habbermas,Gadamer,dll.Meskipun cukup banyak pula filsuf yang mengkritisi pemikiran beliau mengenai dialektika,termasuk Marx sendiri.Hegel tidak hanya meninggalkan pemikiran abstraksi,namun pengikut Hegeliaan-nya pun terpecah menjadi dua kubu sepeninggal beliau;Hegelian Tua yang cenderung konservatif atas pemikiran Hegel terkait dialektika dan gagasan Hegel terkait agama yang dianggap selaras dengan nilai-nilai kristiani saat itu.Hegelian Tua sempat mempengaruhi kondisi Jerman hingga akhir abad-19;dan Hegelian Muda yang lebih modernis dan liberal atas pemikiran ’sang guru’.Mereka cenderung mengkritisi hukum dialektika Hegel,dan mentransformasikannya dalam bentuk dialektika materialis,serta menolak pikiran sebagai realitas tertinggi.Diantara tokohnya,yakni;David Fredrich Strauus,dan Ludwig Feurbach.
2. Pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel
1. Filsafat Hegel.
      "Idealisme"seperti yang dipahami dalam tradisi Jerman "Idealisme" adalah istilah yang telah digunakan secara sporadis oleh Leibniz dan pengikutnya untuk merujuk kepada jenis filsafat yang menentang materialisme. Jadi, misalnya, Leibniz telah kontras Plato sebagai seorang idealis dengan Epicurus sebagai seorang materialis. Pihak oposisi terhadap materialisme di sini, bersama-sama dengan fakta bahwa di dunia berbahasa Inggris Irlandia filsuf dan pendeta George Berkeley (1685-1753) sering diambil sebagai idealis prototipikal, telah melahirkan asumsi bahwa idealisme pasti merupakan sebuah immaterialist ""doktrin. Asumsi ini, bagaimanapun, adalah salah. Idealisme dari Jerman tidak berkomitmen untuk jenis doktrin yang ditemukan di Berkeley yang menurut pikiran material, baik yang tak terbatas (Allah) dan terbatas (dengan manusia), adalah entitas akhirnya nyata, dengan hal-hal tampaknya materi harus dipahami sebagai direduksi untuk keadaan pikiran tersebut-yaitu, untuk "ide" dalam arti yang dimaksud dengan empiris Inggris.
Sebagai menggunakan Leibniz Plato untuk contoh idealisme menunjukkan, idealis dalam tradisi Jerman cenderung untuk memiliki realitas atau objektivitas "ide" dalam arti Platonis, dan untuk Plato, tampaknya, ide-ide tersebut tidak dipahami sebagai "dalam" apapun keberatan sama sekali pikiran-bahkan dari "dewa" Plato. Jenis gambar yang ditemukan di Berkeley hanya bisa ditemukan dalam beberapa Platonis antik terlambat dan, terutama, Platonis Kristen awal seperti St Agustinus, Uskup Hippo. Tetapi terutama untuk idealis pasca-Kantian seperti Hegel, filsafat Plato adalah dipahami melalui lensa varietas Aristoteles lebih dari neo-Platonisme, yang membayangkan "pikiran" dari "pikiran ilahi" sebagai imanen dalam masalah, dan tidak sebagaimana tercantum dalam beberapa murni material atau spiritual pikiran. Dengan demikian memiliki fitur lebih dekat dengan gambaran yang lebih panteistik ilahi pemikiran yang ditemukan di Spinoza, misalnya, untuk siapa materi dan pikiran adalah atribut substansi satu.
Bahkan untuk Leibniz, yang kemudian monadological metafisika itu mungkin lebih dekat dengan filsafat immaterialist Berkeley, sebuah oposisi terhadap materialisme tidak selalu berarti immaterialism. Leibniz telah menolak postulasi Descartes spiritual yang berbeda dan zat bahan, memperlakukan tubuh jasmani sebagai kombinasi yang tidak terpisahkan dari bentuk dan materi setelah cara Aristoteles. The "materialis" yang ia menentang (corpuscularists mekanistik pada masanya) disebut sebagai materi "berbentuk" sebagai jenis zat diri-subsisten, dan tampaknya telah bahwa konsepsi yang ia menentang, setidaknya dalam beberapa periode dari karyanya, bukan realitas materi per se. kombinasi Leibniz gagasan Platonis dan Aristotelian memainkan peran dalam pemikiran dari para idealis pasca-Kantian kemudian, memberikan penentangan mereka terhadap "materialisme" karakter khas, sementara pasca-Kantian bergerak semakin jauh dari lebih "subjektivitas" fitur Leibniz berpikir(Beiser 2002).
2.METAFISIKA DAN RUH ABSOLUT
Filsafat Hegel sering disebut sebagai puncak idealisme Jerman. Filsafatnya banyak diinspirasikan oleh Imanuel Kant dengan filsafat ilmunya ( filsafat dualisme), Kant melakukan pengkajian terhadap kebuntuan perseteruan antara Empirisme dan Rasionalisme, keduanya bagi Kant terlalu ekstrem dalam mengklaim sumber pengetahuan. “Revolusi Kantian” kemudian berhasil menemukan jalan keluarnya.
Hegel yang pada awalnya sangat terpengaruh oleh filsafat Kant tersebut kemudian menemukan jalan keluarnya melalui kontemplasi yang terus menerus. Ketertarikan Hegel sejak awal pada metafisika, meyakinkannya bahwa ada ketidak jelasan bagian dunia, bagi Bertrand Russell pemikirannya kemudian merupakan Intelektualisasi dari wawasan metafisika
Pada dasarnya filsafat Hegel mematahkan anggapan kaum empiris seperti John Lock, Barkeley dan David Hame. Mereka ( kaum empiris ) mengambil sikap tegas pada metafisika, bagi Lock metafisika tidak mampu menjelaskan basis fundamental filsafat atau Epistimologi ( bagaimana realitas itu dapat diketahui ) dan tidak dapat mencapai realitas total, pendapat ini diteruskan kembali oleh David Hume bahwa metafisika tidaklah berharga sebagai ilmu dan bahkan tidak mempunyai arti., baginya metafisika hanya merupakan ilusi yang ada diluar batas pengertian manusia.
Dengan metafisika kemudian Hegel mencoba membangun suatu sistem pemikiran yang mencakup segalanya baik Ilmu Pengetahuan, Budaya, Agama, Konsep Kenegaraan, Etika, Sastra, dll. Hegel meletakkan ide atau ruh atau jiwa sebagai realitas utama, dengan ini ia akan menyibak kebenaran absolut dengan menembus batasan-batasan individual atau parsial. Kemandirian benda-benda yang terbatas bagi Hegel dipandang sebagai ilusi, tidak ada yang benar nyata kecuali keseluruhan (The Whole).
Hegel memandang Realitas bukanlah suatu yang sederhana, melainkan suatu sistem yang rumit. Ia membangun filsafat melalui metafora pertumbuhan biologis dan perubahan perkembangan atau bisa disebut dengan organisme. Pengaruh konsep organisme pada diri Hegel, membuatnya memandang bahwa organisme merupakan model untuk memahami kepribadian manusia, masyarakat, institusi, filsafat dan sejarah. Dalam hal ini organisme dipandang sebagai suatu hirarki, kesatuan yang saling membutuhkan dan masing-masing bagian memiliki peran dalam mempertahankan suatu keseluruhan.
Segala sesuatu yang nyata adalah rasional dan segala sesuatu yang rasional adalah nyata (all that is real is rational and all that is rational is real) adalah merupakan dalil yang menegaskan bahwa luasnya ide sama dengannya luasnya realitas. Dalil ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh keum empiris tentang realitas, “yang nyata” bagi kaum empiris secara tegas ditolak oleh Hegel, sebab baginya itu tidaklah rasional, hal tersebut terlihat rasional karena merupakan bagian dari aspek keseluruhan.
Hegel meneruskan bahwa keseluruhan itu bersifat mutlak dan yang mutlak itu bersifat spiritual yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya sendiri. Jadi realitas pada kesendiriannya bukanlah hal yang benar-benar nyata, tetapi yang nyata pada dirinya adalah partisipasinya pada keseluruhan.
Dalam bukunya Phenomenologi of Mind (1807), Hegel menggambarkan tentang “yang mutlak” sebagai bentuk yang paling sempurna dari ide yang selanjutnya menjadi ide absolut. Ide absolut menurut Bertrand Russell adalah pemikiran murni, artinya adalah bahwa ide absolut merupakan kesempurnaan fikiran atau jiwa yang hanya dapat memikirkan dirinya sendiri. Pikirannya dipantulkan kedalam dirinya sendiri melalui kesadaran diri.
3.DIALEKTIKA
Dialektika merupakan metode yang dipakai Hegel dalam memahami realitas sebagai perjalanan ide menuju pada kesempurnaan. Menelusuri meteri baginya adalah kesia-siaan sebab materi hanyalan manifestasi dari perjalanan ide tersebut. Dengan dialektika, memahami ide sebagai realitas menjadi dimungkinkan.
Dialektika dapat dipahami sebagai “The Theory of the Unionof opposites” (teori tentang persatuan hal-hal yang bertentangan). Terdapat tiga unsur atau konsep dalam memahami dialektika yaitu pertama, tesis, kedua sebagai lawan dari yang pertama disebut dengan antitesis. Dari pertarungan dua unsur ini lalu muncul unsur ketiga yang memperdamaikan keduanya yang disebut dengan sinthesis. Dengan demikian, dialektika dapat juga disebutsebagai proses berfikir secara totalitas yaitu setiap unsur saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai).
Untuk memahami proses triadic itu (thesis, Antitesis, dan sithesis), Hegel menggunakan kata dalam bahsa Jerman yaitu aufheben Kata ini memiliki makna “menyangkal”, “menyimpan” dan “mengangkat”. Jadi dialektika bagi Hegel bukanlah penyelesaian kontradiksi dengan meniadakan salah satunya tetapi lebihdari itu. Proposi atau tesis dan lawannya antitesis memiliki kebenaran masing-masing yang kemudian diangkat menjadi kebenaran yang lebih tinggi. Tj. Lavine menerangkan proses ini sebagai berikut:
1. menunda klonflik antara tesis dan antitesis.
2. Menyimpan elemen kebenaran dari tesis dan antitesis.
3. Memgungguli perlawanan dan meninggikan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.
Hagel memberikan contoh sebagai berikut “yang mutlak adalah yang berada murni (pure being)” yang tidak memiliki kualitas apapun. Namun yang berada murni tanpa kualitas apapun adalah “yang tiada (nothing)” ini merupakan regasi dari proposi atau tesis, oleh sebab itu kita terarah pada antitesis “yang mutlak adalah yang tiada”. Penyatuan antara tesis dan antitsis tersebut menjadi sinthesis yaitu apa yang disebut menjadi (becoming) maka “yang mutlak adalah yang menjadi”, sinthesis inilah kebenaran yang lebih tinggi.
Dialektika Hegel merupakan alternatif tradisional yang mengasumsikan bahwa proposi haruslah terdiri dari subjek dan predikat. Logika seperti ini bagi Hegel tidaklah memadai. Berikut contoh yang bisa sedikit menerangkan tentang hal tersebut, dalam logika tradisional terdapat proposi sebagai berikut Heru adalah seorang paman”, kata paman disini merupakan predikat yang dinyatakan begitu saja benar (benar dengan sendirinya), Heru tidak perlu mengetahui keberadaannya sebagai paman, maka dalam hal ini logika tradisional mengandung cacat. Hegel menggantinya dengan dialektika untuk menuju pada kebenaran mutlak, paman bagi Hegel tidaklah benar dengan sendirinya, sebab eksistensinya sebagai paman juga membutuhkan eksistensi orang lain sebagai keponakan. Dari perseteruan antara paman sebagai tesis dan keponakan sebagai antitsis maka tidaklah memungkinkan kebenaran parsial atau individual, kesimpulannya adalah kebenaran terdiri dari paman dan keponakan. Jika dialektika ini diteruskan akan mencap[ai kebenaran absolut yang mencakup keseluruhan.
Tidak ada kebenaran absolut tanpa melalui keseluruhan dialektika. Setiap tahap yang belakangan mengandung semua tahap terdahulu. Sebagaimana larutan, tak satupun darinya yang secara keseluruhan digantikan, tetapi diberi tempat sebagai suatu unsur pokok di dalam keseluruhan.
4.FILSAFAT SEJARAH
        Setelah Hegel menyatakan bahwa yang sejati adalah rasional dan kemudian menerangkan tentang dialektika yang membawa ruh kepada titik absolut, maka kita kemudian akan di bawa pada pemahaman hakekat sejarah. Sejarah bagi Hegel dapat dipahami sebagai proses dialektika ruh. Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau pengejewantahan dari ide universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan semua yang terjadi sebagai proses.Bagi Hegel, sejarah berlaku pada kelompok bukan dalam individu. Searah berkaitan dengan jiwa manusia dan seluruh budayanya bukan dengan Ilmu dan tekhnologi seperti yang di jelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel mengangap sejarah tidakah bergerak secara lurus terhadap kemajuan, namun ia bergerak secara dialektis melalui jalan melingkar.
          Dalam The Philosophy of History Hegel mengatakan bahwa Esensi dari ruh adalah kebebasan , maka kebebasan adalah tujuan dari sejarah. Sejarah baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar. Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis ruh, yang terbagi dalam tiga tahap : Pertama, Timur. Kedua, Yunani dan Romawi dan Ketiga, Jerman. Pada fase pertama kita akan temui bahwa yang bebas hanyalah satu orang, seperti yang kita lihat dalam monarki Cina dan Timur Tengah , lalu sejarah bergerak pada masa Yunani Kuno dan Romawi dimana yang bebas menjadi beberapa orang sebab masih ada pembedaan antara tuan dan budak maka bentuk yang sempurna adalah Jerman dimana yang bebas adalah semuanya Pemikiran Hegel mengarahkan kita pada pemahaman bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan atas cita-cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang merupakan meja pembantaian dimana kesengsaraan, kematian , ketidakadilan dan kejahatan menjadi bagian dari panggung dunia. Namun Filsafat sejarah merupakan teodisi atau usaha untuk membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan bahwa tuhan membiarkan kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan yang salah tentang sejarah di sebabkan karena merekan hanya melihat permukaanya saja, tetapi mereka tidak melihat aspek Laten serta potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolute dan esensi jiwa yaitu kebebasan.
5. Negara
      Negara merupakan tema sentral dalam pembahasan tentang kehidupan dalam masyarakat politik. Sebagai seorang filosof, Hegel kemudian merumuskan bentuk negara ideal baginya, pandangannya tentang negara tersebut dapat dilihat pada dua karyanya yaitu The Philosopy of History dan The Philosopy of Law. Tentu saja pandangannya tentang negara tidak lepas dari sistem filsafat yang dibangunnya.Hegel menunjukkan bahwa hakekat manusia dimasukkan dan diwujudkan dalam kehidupan negara-bangsa. Menurutnya, negara-bangsa merupakan totalitas organik (kesatuan organik) yang mencakup pemerintahan dan institusi lain yang ada dalam negara termasuk keseluruhan budayanya. Hegel juga menyatakan bahwa totalitas dari budaya bangsa dan pemerintahannya merupakan individu sejati. “Individu sejarah dunia adalah negara-bangsa”, maksudnya negara merupakan individu dalam sejarah dunia.
Negara merupakan manifestasi dari ide universal. Sedangkan individu (orang per orang) merupakan penjelmaan dari ide partikular yang tidak utuh, dan merupakan bentuk kepentingan yang sempit. Negara memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, memperjuangkan/merealisasikan ide besar. keinginan negara merupakan keinginan umum untuk kebaikan semua orang, karenanya negara harus dipatuhi dan negara dapat memaksakan keinginannya pada warganya. Negara adalah “penjelmaan dari kemerdekaan rasional, yang menyatakan dirinya dalam bentuk objektif”.
Karena itulah negara yang dibentuk Hegel adalah absolut. Negara baginya bukan apa yang di gambarkan John Lock atau teoritisi-teoritisi kontrak sosial yang dibentuk dari kesepakatan bersama dari rakyatnya, Hegal berpendapat sebaliknya ,negaralah yang membentuk rakyatnya. Hegel memang mensakralkan negara sampai ia menganggap bahwa sepak terjang negara di dunia ini sebagai “derap langkah Tuhan di bumi” The State is devine idea as it exists on earth. (Ahad Suhelmi: 256-259)
Dalam perspektif ini individu tidaklah dimungkinkan untuk menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas. Hegel menyatakan dalam Reason of History: segala yang ada pada manusia, dia menyewa pada negara, hanya dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka tidak seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia mungkin bisa memisahkan diri dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia.
Lalu dimanakah existensi individu ketika ia tidak lagi memiliki kekuasaan dan kebebasan? Hegel menjawabnya dengan membedakan kebebasan formal dan kebebasan substansial. Berikut ini penjelasanya
1. Kebebasan formal merupakan kebebasan yang diasumsikan oleh kaum atomis di masa pencerahan, dimana individu terisolasi, kebebasan ini diraih dari sifat alamiah seperti: kehidupan, kebebasan dan properti (hak milik), kebebasan ini bersifat abstrak dan negatif. Bagi Hegel, inilah kebebasan dari penguasa yang menindas.
2. Kebebasan substansial adalah merupakan kebebasan ideal bagi Hegel, hal ini cita-cita moral masyarakat yang berasal dari kehidupan spiritual masyarakat tertentu. Kebebasan ini hanya dapat diraih dari negara, di sinilah cita-cita etika dan jiwa fundamental orang-orang dalam hukum-hukum dan institusi-institusinya dapat dicapai.
Dalam pandangan Hegel, jika kita membenci budaya kita dan tidak sependapat dengan cita cita dan institusi masyarakat kita maka kita berada dalam keterasingan. Keterasingan merupakan terdiri dari banyak komponen yaitu: perasaan menjadi asing diri, terputus dari perasaan sendiri ataupun identitasnya sendiri; perasaan tidak memiliki norma; tidak memiliki arti; lemah dan lain lain.Keterasingan yang dipahami Hegel merupakan kegagalan kehendak individu untuk beradaptasi dengan yang lebih besar yaitu kemauan masyarakat. Keterasingan merupakan kondisi dimana seseorang tidak bisa mengidentifikasikan diri dengan moralitas publik dan institusi masyarakat potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolut dan esensi jiwa yaitu kebebasan
6.The Philosophy of History
“Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real”
Pernyataan Hegel ini, cukup beralasan karena ia memulai pandangan metafisiknya dari rasio. “Ide yang bisa dimengerti” itu setali tiga uang dengan “kenyataan”. Selalu mengalami proses dialektika.[5] Tentu karena ia seorang idealis, pandangan akan urgensitas rasio ini begitu mendominasi dalam setiap jejak filsafatnya. Namun, perlu diuraikan, bahwa rasio disini bukan bermakna rasio manusia perseorangan, sebagaimana mengemuka dalam pandangan kita selama ini, melainkan rasio subyek absolute yang menerima kesetaraan ideal seluruh realitas dengan subyek. Kesetaraan antara “rasio” atau “ide” dengan “realitas” atau “ada”. Dan realitas utuh, sebagaimana dikehendaki Hegel, adalah proses pemikiran (idea) yang terus menerus memikirkan, dan sadar akan dirinya sendiri.[6].
Apa yang benar, bagi Hegel, adalah perubahan itu sendiri. Oleh karenanya, konsep filsafatnya menjadi amat relatif dan bersifat historis. Mulai dari sinilah, lalu istilah “sejarah” begitu populer dalam filsafat Hege.[7]. Hegel percaya bahwa sejarah adalah kepastian absolute yang akan diperoleh dengan mengkompromikan perbedaan-perbedaan ke dalam satu sistem integral yang dapat mewadahi segala-galanya. Hegel ingin meleburkan berbagai perbedaan dalam sistem metafisiknya ke dalam satu sintesis universal, yakni Aufhebung. Aufhebung ini dapat berupa apa saja: Negara, Masyarakat, Pasar, atau institusi apa pun yang merupakan kompromi dari perbedaan-perbedaan. Hegel membayangkan adanya suatu sistem yang secara metafisik dapat memayungi segala anasir yang berbeda dan merangkulnya menjadi satu. Penalaran dialektis Hegel ini melihat perbedaan sebagai ancaman yang harus ditanggulangi dengan mengintegrasikannya ke dalam suatu pola yang koheren dan stabil. Dalam pandangan Hegel, kemungkinan-kemungkinan direpresi sedemikian rupa dengan menyajikan gambaran yang sepenuhnya pasti tentang masa depan. Hegel sendiri memandang filsafat dan metafisika haruslah memberi kepastian kepada manusia modern. Kepastian ini diperlukan agar mereka dapat melangkah menuju masa depan dengan langkah yang tepat dan terukur (Fayyadl, 2005: 209).
Untuk menjelaskan pandangan Hegel tentang uraian di atas, berikut akan kita bagi model pemikiran Filsafat Sejarah Hegel menjadi dua karakter :
Filsafat Sejarah Formal—Hegel’s Philosophy of History.
a. Budi (Vernunft)
Pusat filsafat Hegel ialah konsep Geist, bermakna “roh” atau “spirit”.  Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, konkret, kekuatan yang obyektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit (dunia roh), dan yang terdapat pada objek-objek khusus Dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan esensi sejarah manusia.[8] 
5.Hamersma,Tokoh-tokoh filsafat modern,hal.42
6. Ahmad tafsir. filsafat ilmu, akal sejak thales sampai james, h 152
7..ibid hal 153
8. ibid hal 152
Dengan demikian, kita bisa mengerti bahwa seluruh proses dunia merupakan suatu perkembangan Roh. Konsisten dengan hukum dialektika—akan dijelaskan nanti, perkembangan Roh senantiasa menuju kepada Yang Mutlak, tahap demi tahap [9].
Lebih tegasnya, perkembangan Roh bisa dipetakan menjadi tiga tahap [10]. Pertama, roh subyektif, menjelaskan bahwa setiap orang masih bertaut erat dengan alam. Pada masa ini, roh mulai bergeser dari “berada-di-luar-dirinya” menuju “berada-bagi-dirinya”. Namun, karena ia belum benar-benar berpindah “bagi-dirinya”, karenanya ia tidak dapat ditukar dengan yang lain. Maksudnya, manusia masih sebagai bagian dari alam karena ia hanya menampakkan drinya sebagian, belum sepenuhnya.
Kedua, roh obyektif, menjelaskan bahwa bentuk-bentuk alamiah yang terkandung dalam roh subyektif diperluas, atau lebih tepatnya direalisasikan, ke dalam wilayah yang lebih konkret. Kehendak rasional yang tadinya besifat individual dibahasakan secara obyektif ke dalam bentuk yang lebih universal. Karena sebab inilah, roh obyektif lebih dominan mengandung unsur-unsur etika, misalnya kesusilaan, moralitas, dan hukum. Unsur-unsur etika dari roh obyektif tadi semakin menemukan tempatnya ketika terjadi pertemuan roh subyektif menuju tingkat yang lebih dewasa dalam keluarga, masyarakat, dan Negara, serta tentu saja sejarah; tempat ketiganya berkembang sebagai proses pertemuan antara idealitas dan realitas.
Begitu proses pertemuan antara idealitas dan realitas, yang terbahasakan dalam “Negara”, mengalami titik klimaksnya, maka Roh akan tiba di tahap paling puncak, Roh Mutlak, yaitu masa dimana Roh telah sungguh-sungguh “berada dalam dirinya dan bagi dirinya” secara utuh dan penuh.
Kulminasi ketegangan antara roh subyektif (individu) dan roh obyektif (kekuasaan Negara) seketika lenyap melebur dalam Roh Mutlak. Bermuara dari asumsi ini, lalu Hegel menyebut filsafatnya dengan idealisme mutlak, sebagai peretas kulminasi ketegangan antara idealisme subyektif Fichte dan idealisme obyektif Schelling
9. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari Sejarah Filsafat Barat 2,hal 101
10.110.ibid h 101-105.
b. Dialektika
Dalam menjelaskan sistem filsafat Hegel, kurang begitu lengkap jika tidak menyinggung triadik Hegel: tesa, antitesa, dan sintesa. Namun, sebelum menjelaskan lebih jauh tentang ketiga hal ini, ada baiknya kita pahami walau selintas, istilah “ide” dan “dialektika” sebagai dasar pemahaman awal kita menuju pengertian tiga istilah di atas.
Sebagaimana tersirat dalam uraian sebelumnya, dialektika merupakan suatu “irama” yang memerintahkan seluruh filsafat Hegel. Menurut Llyod Spencer dan Andrzej Krauze, dialektika bukan merupakan “metode” atau suatu sistem yang prinsip, sebab yang menyebabkan ia begitu rumit untuk dijelaskan karena proses dialektika hanya mudah dimengerti dalam hal yang bersifat konkret . Barangkali karena alasan demikian , Hegel tetap bersikukuh pada keyakinannya bahwa antara “idealitas” dan “realitas” tidak ada perbedaan. Pengertian ini, oleh Hadiwijono, justru dipahami sebagai pengertian ontologis dialektika itu sendiri. Bahwa pengertian-pengertian dan kategori-kategori sebenarnya bukan hanya yang menyusun pemikiran kita, melainkan suatu kenyataan sebagai kerangka dan hakikat dunia dalam pikiran [11]. Dengan demikian, dialektika dapat kita pahami sebagai usaha mendamaikan dan mengompromikan hal-hal yang berlawanan [12]. Kendatipun lalu akan kita ketahui, bahwa sistem inilah yang akhirnya menjadi kelemahan Hegel karena terlalu memaksakan dialektika terhadap segala sesuatu. Dan dari sini, semakin nampak bahwa suatu perbedaan, pada hakikatnya akan menjadi ancaman serius dalam filsafat Hegel.
Hal yang membedakan dialektika Hegel dengan logika Klasik adalah pada logika klasik tidak dipercayainya prinsip kontradiksi, sedangkan dalam konsep dialektika Hegel dimungkinkan. Hegel percaya bahwa kontradiksi dialektik adalah titik sentral dalam pemahaman alam. Dan kontradiksi itu ia simbolkan melalui triadik dealektik: tesis, antitesis, dan sintesis. Simak kerangka dialektika Hegel dalam dalam rantai tesis, sintesis dan antitesis sebagaimana telihat dalam gambar berikut:
Proses dialektika terdiri atas tiga fase:
1. Tesis
2. Antitesis
3. Sintesis
11. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari Sejarah Filsafat Barat 2,hal 101
12.Ahmad tafsir. filsafat ilmu, akal sejak thales sampai james, hal 153

Contoh aplikasi dialektika (diambil dari Bertrens, 1979:69): Ada tiga bentuk Negara: (1) Diktator. Disini hidup warga Negara diatur dengan baik, tetapi warga Negara tidak memiliki kebebasan (tesis). (2) Keadaan ini mena,pilkan lawannya, Negara anarki (antitesis). Dalam bentuk ini warga Negara memiliki kebebasan tanpa batas, tetapi kehidupan kacau. (3) Tesis dan Antitesis ini disintesis, yaitu Negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga Negara dibatasi oleh undang-undang, dan hidup masyarakat tidak kacau.
Ilustrasi gambar di atas daapat kita jelaskan dengan menyimak masing-masing pengertian tiga istilah triade tersebut. Pertama, tesis, merupakan “yang ada”. Sebagai pengertian umum, maka ia lepas dari segala isi yang konkret. Tidak memuat apa-apa dan tidak dapat dijelaskan bagaimanana. Ketiadaan pengertian yang jelas dari tesis ini melahirkan triade kedua, sintesis, atau “yang tidak ada”. Triade terakhir ini mengandung pengertian yang sama dengan tesis, artinya perngertian yang tidak dapat dimengerti bagaimana. Begitu kebuntuan erjadi di masing-masing triade, maka muncullah sintesis atau “yang menjadi” sebagai titik sentuh dari tesis dan sintesis. Namun ternyata proses dialektika itu tidak berhenti sampai titik ini. Pengertian “menjadi” ini mengandung pengertian “yang menjadikan”. Karenanya, “yang ada”, karena “menjadi”, berada sebagai “yang terbatas”. Adanya sesuatu “yang terbatas” ini bisa menjadi tesis baru, dan karenanya mengandaikan suatu “yang tidak terbatas”, atau antitesis baru. Dengan demikian, keduanya akan mengahasilkan sistesis baru sebagai aufhebung [13]. Kata aufhebung atau aufheben dari Hegel berkaitan dengan fase ketiga dari dialektika yang dikenal dengan fase sintesis itu. Di dalam fase ini, terjadi aufheben yang berarti terjadinya negasi dan pengangkatan. Terjadinya negasi berarti bahwa tesis dan antitesis sudah lewat dan tidak ada lagi, sedangkan pengangkatan memiliki arti bahwa walaupun tesis dan antitesis dinegasikan, tetapi kebenaran daripada tesis dan antitesis tetap dipertahankan dan disimpan di dalam sintesis dengan bentuk yang lebih sempurna.

13. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari Sejarah Filsafat Barat 2,hal 102
7.Konsep Moral Hegel
         Menurut Hegel, moralitas tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai mutlak yang ada dalam Idea, tetapi tidak juga lepas dari apa yang ada dalam dunia empiris, yang ada dalam masyarakat. Bahkan, ia adalah sintesa dari keduanya. Moralitas Hegel adalah sintesa dari konsep Hume dan Kant; sintesa antara yang empiris dengan yang ada dalam Idea. Konsep moralitas Hegel yang memperhatikan dunia empiris masyarakat berarti mengangkat kembali apa yang disampaikan Aristoteles tentang aktivitas potensi manusia, dimana bahwa aktualisasi potensi tidak akan mencapai kebahagiaan kecuali diaktualisasikan dan dihayati dari norma-norma yang ada dalam dalam masyarakat. Dan dengan konsepnya tentang Idea, ia berarti juga telah memperkokoh konsep Kant tentang imperatif kategoris. Akan tetapi, dengan adanya sistesa antara keduanya, Hegel memberikan makna tersendiri bagi moralitas, yang dengan itu berarti mengisi kekurangan yang ada pada Aristoteles; soal transendensi, dan kekurangan yang ada pada Kant, soal realitas norma yang ada dalam masyarakat. Persoalan yang ada pada Hegel adalah, terutama dalam konsep dialektikanya, bahwa persoalan dunia tidak mesti, minimal belum tentu merupakan sistesa-sintesa. Dalam alam idea mungkin bisa dijelaskan secara logika, tetapi dalam dunia nyata, hal itu sulit dijelaskan. Banyak hal yang terasa terlalu dipaksakan untuk menjadi sebuah sintesa.
8. Sistem Hegel.
       Idealisme Hegel merupakan sejarah ide-ide yang objektif ontologis dan organologis.Sistem Hegel terbagi dalam dua , yaitu:
a.    Logika :
Logika mencoba menangkap roh sebgai sebagai universum pikiran murni atau likisan Tuhan sebelum menciptakam alam semesta.Logilka terdiri dari tiga bagian yaitu ; 1. Logik des Seins (logika objektif) seperti klualitas,hal mengada.hal tak mengada,hal terbatas,hal tak terbatas,ukuran ,kwantitas.
2. Logik des Wessens (logia objektif), seperti essensi sebagai dasar eksistensi,erscheinung,kenyataan
3.Logika des Begriffes (logika subjektif), seperti pengertian subjektif,objek
     b.  Fisafat Alam:
          Mekanika (ruang waktu gerakan,materi,gravitasi), fisika (bintang-bintang,unsur- 
          unsur,kohesi, bunyi,panas,kimia), organika ( zoologi,botani)
Menurut Hegel alam berbeda dengan ide,dimana dari ide akan memunculkan   berbagai   ilmu yang dinamis,alam itu sifatnya statis sedangkan ilmu bersifat dinamis.[14]
14. M.A.W. Brouwer, hal 16

PENUTUP
Dalam hal ini Hegel memang tidak memaknai filsafat sejarah hingga pada tataran definisi konkret dan spesifik,tapi pandangannya mengenai sejarah sudah merupakan unsur integral dari filsafat sejarah itu sendiri,serta pernyataannya yang memandang filsafat sejarah sebagai sebuah pertimbangan pemikiran terhadapnya.Pemikiran sendiri merupakan realitas tertinggi,serta sebagai hakekat kemanusiaan.Hegel mampu meyakinkan kepada setiap orang bahwa sejarah merupakan suatu nilai yang sangat berharga dalam kehidupan manusia.Dengan berbagai dinamika pemikiran dan tindakan manusia sebagai sebuah bentuk pengakuan atas eksistensi suatu wujud material.Dalam bukunya Filsafat Sejarah;Hegel mencoba membuat suatu metode sejarah menjadi tiga yaitu: Sejarah Asli.Memiliki warna yang khas,yang perajalanannya berkisar pada perbuatan,peristiwa,dan keadaan.Fase ini diawali dengan kemunculan filsuf era Yunani kuno,yakni;Herodotus,Thucydides,Xenophone,dll;SejarahReflektif,adalah sejarah yang cara penyajiannya tidak dibatasi oleh waktu yang berhubungan,melainkan yang ruhnya melampaui batas;dan terakhir Sejarah Filsafati.Hegel menyatakan bahwa sejarah merupakan konsepsi sederhana Rasio.Rasio sendiri merupakan penguasa dunia,sehingga sejarah dunia memberikan suatu proses rasional kepada kita.Hegel dengan segala dinamika pemikirannya mampu membuka ranah intelektualitas kita secara lebih luas.Luas dalam menyikapi sejarah tidak hanya sebagai fenomena realitas,namun perwujudan atas perubahan kondisi masyarakat dimasa depan.Dia telah menempatkan ruh dunia, rasio manusia, dan kebebasan memperoleh makna dan posisi yang nyaman didalam konteks sejarah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari Sejarah Filsafat Barat 2.Kanisius,Yogyakarta.2005
2. Diane Collinson, Lima Puluh Filosof Dunia Yang Menggerakan, PT. Grafindo, Jakarta
    2001                                                  
3. M.A.W. Brouwer, Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sejaman,Penerbit Alumni, 
    Bandung. 1979
4. Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta, Gramedia, 1992
5. Ahmad Tafsir. filsafat ilmu, akal sejak thales sampai capra ,Pt Remaja Rosdakarya
   Bandung.
6.Fuad Rumi MS, filsafat ilmu, universitar muslim Indonesia 1999
7.Jostein gaarder dunia sophie, mizan pustaka,Bandung
8.Russell, Bertrand 2002, Sejarah Filsafat Barat, terjemahan Sigit Jatmiko dkk. Dari History of   
   Western Philosophy and its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest  
  Times to Present Day (1946). Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Georg Wilhelm Friedrich Hegel by Asep Sofiawan Rozal



PENDAHULUAN
            Filsafat sejarah merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari rangkaian keilmuan filsafat secara umum. Juga Merupakan bagian integral yang berpengaruh dalam memahami dan mengkaji sejarah dari sudut pandang filsafat. Memandang sejarah bukan hanya masa lampau namun juga menjadi unsur perubahan dari masa ke masa.Beberapa tokoh bermunculan dari ranah filsafat sejarah,dan Hegel termasuk didalamnya. Dia merupakan salah satu filsuf ternama yang dihasilkan Jerman sebagai sebuah tempat yang layak bagi lahirnya beberapa filsuf terkenal dan berpengaruh. Disamping Immmanuel Kant, Hegel memiliki konsistensi dalam berfikir dan kapabilitas rasio yang mampu menterjemahkan hidup dalam bentuk rumus dialektikanya yang terkenal. Hegel seorang yang progresif dalam berfikir dan bertindak,meskipun tidak reaksioner dalam bersikap terhadap realitas. Filsafat Roh yang merupakan karakternya,yang dia akui merupakan hasil sintesa antara pemikiran Fichte dan Schelling dizaman pertumbuhan filsafat idealisme Jerman abad-19.
Hegel cenderung memaknainya sebagai Roh Mutlak atau Idealisme Mutlak. Pandangannya mengenai realitas begitu jauh dan meluas. Selain pandangannya mengenai pikiran sebagai sesuatu yang mempengaruhi kehidupan fisik dan material.Hegel memiliki pengaruh yang sangat besar dalam ilmu pengetahuan pada abad-19 dalam hal melakukan pembuktian nilai-nilai realitas dengan nalar yang dia terjemahkan dalam bentuk hukum dialektik,dikemudian hari tanpa disadari menjadi inspirasi Karl Marx dalam menetapkan teori materialis didalam tubuh sosialismenya.
Konsistensinya dalam melakukan telaah pemikiran atas ‘idea’ menjadi sebuah kondisi yang menarik untuk dikaji serta menjadi sebuah tambahan ilmu. Dialektika Hegel menjadi sebuah pisau analisis dalam menelaah sejarah secara lebih mendalam serta ilmu pengetahuan secara global. Dialektikanya seolah suatu metode yang mampu memecahkan problem realitas kehidupan.

PEMBAHASAN
1.Biografi Singkat Georg Wilhelm Friedrich Hegel.
Hegel seorang berkembangsaan Jerman yang dilahirkan di Kota Stuttgart pada tgl. 27 Agustus 1770 dengan nama lemgkapnya Georg Wilhelm Friedrich Hegel, kelurganya secara status sosial mapan dan ibunya sangat memperhatikan pendidikan,  Dia sempat pula mengenyam pendidikan di Gymnasium Stuttgart, kemudian melanjutkan di UniversitasTubingen. Selama hidupnya didedikasikan untuk mempelajari dan mengkaji filsafat secara mendalam, dengan banyak membaca artikel, buku-buku dari beberapa pemikir filsafat yang sempat pula mempengaruhinya seperti; Aristoteles, Descartes, dan Kant. Ini adalah tahun-tahun Revolus Prancis (1789), juga merupakan tahun-tahun berbunganya kesusastraan Jerman. Lessing, Goathe, dan Schiller hidup pada periode ini juga:, Friedrich Holderlin, sastrawan puisi Jerman terbesar, adalah kawan dekat Hegel, juga lahir pada tahun 1770, sama dengan pengarang lagu yang kondang,Beethoven. Di Universitas Tubingen ia belajar teologi, tahun 1791 ia memperoleh gelar doktor dalam teologi. Oleh karena itu, karya Hegel yang mula-mula adalah mengenai agama Kristen, seperti The Life of Jesus dan The Spirit of Christianity.[1]
Hegel ialah puncak gerakan filsafat Jerman yang berawal dari Kant; walaupun Ia sering mengkritik Kant, sistem filsafatnya tidak akan pernah muncul kalau tidak ada Kant. Pengaruhnva, kendati kini surut, sangat besar, tidak hanva atau terutama di Jerman. Pada akhir abad 19, para filsuf akademik terkemuka, baik di Amerika maupun Britania Raya, sangat bercorak Hegelian. Di luar filsafat mural, banyak teolog Protestan mengadopsl doktrin-doktrinnya, dan filsafatnya tentang sejarah mempengaruhi teori politik secara mendalam. Marx, seperti yang kita ketahui, ialah murid Hegel semasa mudanya, dan dalam sistem filsafatnya yang terakhir Ia masih mempertahankan heberapa corak Hegelian. Bahkan jika (sebagaimana yang saya yakini) hampir semua doktrin Hegel itu salah, ia masih tetap penting, tidak hanya secara historis, sebagai contoh-terbaik jenis filsafat tertentu yang, di sisi lain, kurang runtut dan kurang komprehensif. Dalam hidupnya terdapat beberapa peristiwa penting. Semasa mudanya ia tertarik terhadap mistisisme, dan pandangannya yang belakangan bisa dianggap, sedikit-banyak, sebagai intelektualisasi terhadap apa yang mulanya tampak padanya sebagai wawasan mistik. [2]
Hegel menyatakan bahwa ‘ruh dunia’ merkembang menuju pengetahuan itu sendiri yang juga harus berkembang . sama halnya dengan sungai-sungai makin lama sungai menjadi lebar ketika merndekati laut . menurut hegel, sejarah adalah kisah tentang ‘ruh dunia’ yang lambat laun mendekati kesadaraan itu sendiri. Meskipun dunia itu selalu ada, kebudayaan manusia dan perkembangan manusia telah membuat roh dunia semakin sadar akan nilainya yang hakiki [3]
Hegel menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Namun ketika is mengatakan hal ini is tidak me¬maksudkan “yang nyata” itu sebagai apa yang menurut para empirisis dipandang nyata. Ia mengakui, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi empirisis terlihat sebagai fakta adalah, dan pasti, tidak rasional; ini
hanya setelah karakter yang terlihat pada fakta itu dijelmakan dengan memandang

[1] Ahmad tafsir. filsafat ilmu, akal sejak thales sampai james, h 134
[2] Bertrand Russell sejarah filsafat barat (pustaka pelajar,cetakan ke II) ,h 951-952
[3] Jostein gaarder dunia sophie (mizan pustaka) h 395

karakter-karakter itu sebagai aspek-aspek dari keseluruhan sehingga terlihat rasional. Sekalipun begitu, identifikasi terhadap yang nyata dan yang rasional itu tentu menimbulkan beberapa kepuasan yang tak bisa dipisahkan dari keyakinan bahwa “apa saja yang berada (is), adalah benar”. Keseluruhan itu, dengan segala kerumitannya, oleh Hegel disebut “Yang Mutlak”. Yang Mutlak itu bersifat spiritual; pandangan Spinoza, bahwa ini mempunyai atribut perluasan sebagaimana pada pikiran, di tolak.[4]
Masa tahun Hegel 1788-1793 sebagai mahasiswa teologi di Tübingen ,ia bersahabat dengan  penyair Holderlin Friedrich (1770-1843) dan Friedrich von Schelling (1775-1854),dimana pada paruh pertama abad kesembilan belas menjadi filsuf jerman yang ternama. Persahabatan ini jelas memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan filsafat Hegel, hubungan ketiga filsuf ini sangaatlah erat. Setelah lulus, Hegel bekerja sebagai tutor bagi keluarga di Bern dan kemudian Frankfurt .Sampai sekitar 1800, Hegel mengembangkan ide-idenya mengenai tema-tema agama dan sosial, Hegel menjadi seorang pendidik yang reformis  dan modern, hal ini digambarkan tokoh Pencerahan Jerman seperti Lessing dan Schiller.
 Tahun 1790an Universitas Jena telah menjadi pusat perkembangan filsafat kritis karena adanya KL Reinhold (1757-1823) dan kemudian Fichte, dan pada akhir dekade Schelling, yang telah tertarik dengan kehadiran Fichte, telah memantapkan dirinya di sana. Pada tahun 1801 Hegel pindah ke Jena untuk bergabung dengan  Schelling,  pada saat berkembang idealisme dan romantisme. Pada akhir 1801, Hegel menerbitkan karya pertama filosofisnya yaitu System of Philosophy. Sampai 1803 bekerja sama dengan Schelling, Ia menjadi editor Journal Kritis Filsafat.

[4] Jostein gaarder dunia sophie (mizan pustaka) h 952

Pada akhir 1806 Hegel telah menyelesaikan pekerjaan besar pertamanya,yaitu sang Fenomenologi Roh (diterbitkan 1807), yang menunjukkan perbedaan dari sebelumnya, pendekatan yang tampaknya lebih Schellingian,. Schelling, yang telah meninggalkan Jena pada tahun 1803, ditafsirkan sebuah kritik berduri dalam kata pengantar Fenomenologi sebagai ditujukan padanya, dan persahabatan mereka tiba-tiba berakhir. Ketika Jena diduduki pasukan Napoleon universitas dimana Hegel bekerja ditutup dan  Hegel meninggalkan kota Jena. Kemudian Ia menjadi editor Sekarang tanpa perjanjian universitas ia bekerja untuk waktu yang singkat, surat kabar di Bamberg, dan kemudian dari 1808-1815 sebagai kepala sekolah dan guru filsafat di sebuah "gimnasium" di Nuremberg. Selama waktunya di Nuremberg dia menikah dan memulai sebuah keluarga, dan menulis dan menerbitkan Ilmu tentang Logika. Pada 1816 ia berhasil kembali ke karir universitas dengan menjadi ditunjuk menjadi guru besar  filsafat di Universitas Heidelberg. Kemudian pada 1818, ia ditawari dan menjadi guru besar filsafat di Universitas Berlin, posisi paling bergengsi di dunia filosofis Jerman. Sementara di Heidelberg ia menerbitkan Encyclopaedia dari Ilmu Filsafat, sebuah kerja yang sistematis di mana sebuah versi singkat Science sebelumnya Logic (yang "Encyclopaedia Logic" atau "Lesser Logic") diikuti dengan penerapan prinsip-prinsip kepada Filsafat Alam dan Filsafat Roh. Pada tahun 1821 di Berlin Hegel menerbitkan karya utama dalam filsafat politik, Unsur dalam Philosophy of Right, berdasarkan kuliah yang diberikan di Heidelberg tetapi akhirnya didasarkan pada bagian Filsafat Encyclopaedia of Roh berurusan dengan Selama sepuluh tahun berikutnya "roh objektif." sampai kematiannya pada tahun 1831 Hegel selebriti dinikmati di Berlin, dan versi berikutnya dipublikasikan Encyclopaedia. Setelah versi kematiannya karena kuliah pada filsafat sejarah, filsafat agama, estetika, dan sejarah filsafat diterbitkan.
Hegel memang bukan seorang politikus namun dialektikanya mampu menjadi inspirasi para politikus dalam melakukan kajian politik dan sosial.Sehingga terkadang menjadi pisau analisis yang cukup akurat dalam memandang realitas.Hegel mengakui dirinya cenderung befikir bebas selayaknya filsuf dalam memaknai kehidupan dan pemikiran/rasio.Namun Hegel memandang justru kebebasan merupakan wujud pengakuan dan penerimaan sadar manusia atas suatu sistem nilai dalam hidup,seperti nilai yang terkandung dalam ajaran agama (kristen). Pemikiran Hegel yang senantiasa berdialektika terhadap realitas dan memandang adanya ’realitas mutlak’ atau ruh mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan,sangat mempengaruhi dalam memandang sejarah secara global,ini terbukti saat dialektikanya mampu memasukkan pertentangan didalam sejarah sehingga dapat mengalahkan dalil-dalil yang bersifat statis.Hingga terbukti pembuktian-pembuktian ilmiah yang dihasilkan.Dari sanalah filsafat sejarah layak ditempatkan,sebagai bagian yang utuh dari dunia kefilsafatan. Hegel juga memandang bahwa sejarah merupakan suatu kondisi perubahan atas realitas yang terjadi,dia pula yang menyatakan sejarah menjadi sebuah hasil dari dialektika,menuju suatu kondisi yang sepenuhnyarasional.
Menurutnya dialektika merupakan proses restorasi yang perkembangannya berasal dari kesadaran diri yang akhirnya akan mencapai kesatuan dan kebebasan yang berasal dari pengetahuan diri yang sempurna,dia pula merupakan suatu aktvitas peningkatan kesadaran diri atas pikiran yang menempatkan objek-objek yang nampak independen kearah rasional,yang kemudian diadopsi Marx menjadi bentuk lain yakni ’alienasi’. Dialektika Hegel menjadikan akhir sesuatu menjadi awal kembali.seperti sebuah siklus.3 prinsip utamanya;thesis-antithesis (terjadi 2 tahap perubahan yakni kualitatif dan kuantitatif)-sinthesis.Thesis merupakan perwujudan atas pandangan tertentu,antithesis menempatkan dirinya sebagai opisisi,serta sinthesis merupakan hasil rekonsiliasi atas pertentangan sebelumnya yang kemudian akan menjadi sebuah thesis baru.Dan begitu seterusnya.Sehingga ketiganya merupakan pertentangan yang kelak menjadi kesatuan utuh dalam realitas.Sebagai sebuah analogi sederhana ada ’telur’ sebagai thesis,yang kemudian muncul ’ayam’ sebagai sebuah sinthesis,yang antithesisnya ’bukan-telur’.Dalam dilektika ini,bukan berarti ’ayam’ telah menghancurkan ’telur’ namun, dalam hal ini sebenarnya ’telur’ telah melampaui dirinya sehingga menjadi ’ayam’,dengan sebuah proses.Yang kemudian itu akan kembali menjadi telur,dan terus seperti itu.Sehingga dialektika merupakan proses pergerakan yang dinamis menuju perubahan.Pemikirannya tentang Roh Mutlak atau absolut dapat dilalui dengan pendekatan filsafat,agama dan seni,sehingga beliau senantiasa mengkaji dan menguasai ketiga komponen yang juga mempengaruhi pemikiran Hegel selama ini.Pengkajiannya yang begitu ketat,yang kemudian memutuskan bahwa filsafat-lah yang memiliki tingkat pemahaman yang lebih yang mampu menuju kepemahaman mengenai hakekat Roh Mutlak,dikarenakan sifatnya yang konseptual dan rasional.
Disamping pemikirannya yang menjunjung kebebasan sebagai unsur pada keberadaan Roh Mutlak.Dia meyakini adanya essensi Roh Mutlak adalah ketidakterikatan atau kebebasan.Komponen yang kemudian melahirkan konsepsi sosial-politik dalam negara. Roh Mutlak merupakan sesuatu yang bersifat ’Idea’ yang melekat pada dirinya sebagai sesuatu yang riil.Sehingga menurutnya kondisi realitas merupakan riil ada,dan sesuatu yang riil merupakan realitas tersebut.Bukan berarti sesuatu yang tidak riil itu bukan realitas,namun disanalah ruang telaah yang mendalam perlu mendapat tempat.Masih menurutnya,yang menganggap bahwa negara sebagai sebuah institusi kemasyarakatan,merupakan sebuah bentuk kemajuan pikiran/idea kearah kesatuan bentuk dengan nalar. Cukup banyak para pemikir atau filsuf yang menganggap Hegel merupakan filsuf abstraksi,padahal secara kasat mata sesungguhnya dia sedang menampilkan suatu bentuk konkretisasi dalam mengolah pikirannya sendiri.Bahkan dirinya sempat mengkritik gaya abstraksi dari rasionalisme abad-18.Gaya bahasa yang terlalu luas dan mendalam kadang malah mempersulit dalam mencari sebuah hakekat pikiran itu sendiri.Sehingga konkretisasi pikiran Hegel nampak dalam beberapa artikel dan buku karyanya yang mencoba menampilkan aktualisasi pikirannya yang mampu menjawab realitas.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel meninggal dunia  pada 14 November 1831 di Berlin,Jerman. Pemikiran serta beberapa karyanya mampu memberikan pencerahan kembali filsafat Jerman pada khususnya,dan dunia secara global.Hegel cukup banyak mempengaruhi para filsuf,dibawahnya,seperti;Feurbach,Marx,Engles (dengan dialektika materialisme),Jurgen Habbermas,Gadamer,dll.Meskipun cukup banyak pula filsuf yang mengkritisi pemikiran beliau mengenai dialektika,termasuk Marx sendiri.Hegel tidak hanya meninggalkan pemikiran abstraksi,namun pengikut Hegeliaan-nya pun terpecah menjadi dua kubu sepeninggal beliau;Hegelian Tua yang cenderung konservatif atas pemikiran Hegel terkait dialektika dan gagasan Hegel terkait agama yang dianggap selaras dengan nilai-nilai kristiani saat itu.Hegelian Tua sempat mempengaruhi kondisi Jerman hingga akhir abad-19;dan Hegelian Muda yang lebih modernis dan liberal atas pemikiran ’sang guru’.Mereka cenderung mengkritisi hukum dialektika Hegel,dan mentransformasikannya dalam bentuk dialektika materialis,serta menolak pikiran sebagai realitas tertinggi.Diantara tokohnya,yakni;David Fredrich Strauus,dan Ludwig Feurbach.
2. Pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel
1. Filsafat Hegel.
      "Idealisme"seperti yang dipahami dalam tradisi Jerman "Idealisme" adalah istilah yang telah digunakan secara sporadis oleh Leibniz dan pengikutnya untuk merujuk kepada jenis filsafat yang menentang materialisme. Jadi, misalnya, Leibniz telah kontras Plato sebagai seorang idealis dengan Epicurus sebagai seorang materialis. Pihak oposisi terhadap materialisme di sini, bersama-sama dengan fakta bahwa di dunia berbahasa Inggris Irlandia filsuf dan pendeta George Berkeley (1685-1753) sering diambil sebagai idealis prototipikal, telah melahirkan asumsi bahwa idealisme pasti merupakan sebuah immaterialist ""doktrin. Asumsi ini, bagaimanapun, adalah salah. Idealisme dari Jerman tidak berkomitmen untuk jenis doktrin yang ditemukan di Berkeley yang menurut pikiran material, baik yang tak terbatas (Allah) dan terbatas (dengan manusia), adalah entitas akhirnya nyata, dengan hal-hal tampaknya materi harus dipahami sebagai direduksi untuk keadaan pikiran tersebut-yaitu, untuk "ide" dalam arti yang dimaksud dengan empiris Inggris.
Sebagai menggunakan Leibniz Plato untuk contoh idealisme menunjukkan, idealis dalam tradisi Jerman cenderung untuk memiliki realitas atau objektivitas "ide" dalam arti Platonis, dan untuk Plato, tampaknya, ide-ide tersebut tidak dipahami sebagai "dalam" apapun keberatan sama sekali pikiran-bahkan dari "dewa" Plato. Jenis gambar yang ditemukan di Berkeley hanya bisa ditemukan dalam beberapa Platonis antik terlambat dan, terutama, Platonis Kristen awal seperti St Agustinus, Uskup Hippo. Tetapi terutama untuk idealis pasca-Kantian seperti Hegel, filsafat Plato adalah dipahami melalui lensa varietas Aristoteles lebih dari neo-Platonisme, yang membayangkan "pikiran" dari "pikiran ilahi" sebagai imanen dalam masalah, dan tidak sebagaimana tercantum dalam beberapa murni material atau spiritual pikiran. Dengan demikian memiliki fitur lebih dekat dengan gambaran yang lebih panteistik ilahi pemikiran yang ditemukan di Spinoza, misalnya, untuk siapa materi dan pikiran adalah atribut substansi satu.
Bahkan untuk Leibniz, yang kemudian monadological metafisika itu mungkin lebih dekat dengan filsafat immaterialist Berkeley, sebuah oposisi terhadap materialisme tidak selalu berarti immaterialism. Leibniz telah menolak postulasi Descartes spiritual yang berbeda dan zat bahan, memperlakukan tubuh jasmani sebagai kombinasi yang tidak terpisahkan dari bentuk dan materi setelah cara Aristoteles. The "materialis" yang ia menentang (corpuscularists mekanistik pada masanya) disebut sebagai materi "berbentuk" sebagai jenis zat diri-subsisten, dan tampaknya telah bahwa konsepsi yang ia menentang, setidaknya dalam beberapa periode dari karyanya, bukan realitas materi per se. kombinasi Leibniz gagasan Platonis dan Aristotelian memainkan peran dalam pemikiran dari para idealis pasca-Kantian kemudian, memberikan penentangan mereka terhadap "materialisme" karakter khas, sementara pasca-Kantian bergerak semakin jauh dari lebih "subjektivitas" fitur Leibniz berpikir(Beiser 2002).
2.METAFISIKA DAN RUH ABSOLUT
Filsafat Hegel sering disebut sebagai puncak idealisme Jerman. Filsafatnya banyak diinspirasikan oleh Imanuel Kant dengan filsafat ilmunya ( filsafat dualisme), Kant melakukan pengkajian terhadap kebuntuan perseteruan antara Empirisme dan Rasionalisme, keduanya bagi Kant terlalu ekstrem dalam mengklaim sumber pengetahuan. “Revolusi Kantian” kemudian berhasil menemukan jalan keluarnya.
Hegel yang pada awalnya sangat terpengaruh oleh filsafat Kant tersebut kemudian menemukan jalan keluarnya melalui kontemplasi yang terus menerus. Ketertarikan Hegel sejak awal pada metafisika, meyakinkannya bahwa ada ketidak jelasan bagian dunia, bagi Bertrand Russell pemikirannya kemudian merupakan Intelektualisasi dari wawasan metafisika
Pada dasarnya filsafat Hegel mematahkan anggapan kaum empiris seperti John Lock, Barkeley dan David Hame. Mereka ( kaum empiris ) mengambil sikap tegas pada metafisika, bagi Lock metafisika tidak mampu menjelaskan basis fundamental filsafat atau Epistimologi ( bagaimana realitas itu dapat diketahui ) dan tidak dapat mencapai realitas total, pendapat ini diteruskan kembali oleh David Hume bahwa metafisika tidaklah berharga sebagai ilmu dan bahkan tidak mempunyai arti., baginya metafisika hanya merupakan ilusi yang ada diluar batas pengertian manusia.
Dengan metafisika kemudian Hegel mencoba membangun suatu sistem pemikiran yang mencakup segalanya baik Ilmu Pengetahuan, Budaya, Agama, Konsep Kenegaraan, Etika, Sastra, dll. Hegel meletakkan ide atau ruh atau jiwa sebagai realitas utama, dengan ini ia akan menyibak kebenaran absolut dengan menembus batasan-batasan individual atau parsial. Kemandirian benda-benda yang terbatas bagi Hegel dipandang sebagai ilusi, tidak ada yang benar nyata kecuali keseluruhan (The Whole).
Hegel memandang Realitas bukanlah suatu yang sederhana, melainkan suatu sistem yang rumit. Ia membangun filsafat melalui metafora pertumbuhan biologis dan perubahan perkembangan atau bisa disebut dengan organisme. Pengaruh konsep organisme pada diri Hegel, membuatnya memandang bahwa organisme merupakan model untuk memahami kepribadian manusia, masyarakat, institusi, filsafat dan sejarah. Dalam hal ini organisme dipandang sebagai suatu hirarki, kesatuan yang saling membutuhkan dan masing-masing bagian memiliki peran dalam mempertahankan suatu keseluruhan.
Segala sesuatu yang nyata adalah rasional dan segala sesuatu yang rasional adalah nyata (all that is real is rational and all that is rational is real) adalah merupakan dalil yang menegaskan bahwa luasnya ide sama dengannya luasnya realitas. Dalil ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh keum empiris tentang realitas, “yang nyata” bagi kaum empiris secara tegas ditolak oleh Hegel, sebab baginya itu tidaklah rasional, hal tersebut terlihat rasional karena merupakan bagian dari aspek keseluruhan.
Hegel meneruskan bahwa keseluruhan itu bersifat mutlak dan yang mutlak itu bersifat spiritual yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya sendiri. Jadi realitas pada kesendiriannya bukanlah hal yang benar-benar nyata, tetapi yang nyata pada dirinya adalah partisipasinya pada keseluruhan.
Dalam bukunya Phenomenologi of Mind (1807), Hegel menggambarkan tentang “yang mutlak” sebagai bentuk yang paling sempurna dari ide yang selanjutnya menjadi ide absolut. Ide absolut menurut Bertrand Russell adalah pemikiran murni, artinya adalah bahwa ide absolut merupakan kesempurnaan fikiran atau jiwa yang hanya dapat memikirkan dirinya sendiri. Pikirannya dipantulkan kedalam dirinya sendiri melalui kesadaran diri.
3.DIALEKTIKA
Dialektika merupakan metode yang dipakai Hegel dalam memahami realitas sebagai perjalanan ide menuju pada kesempurnaan. Menelusuri meteri baginya adalah kesia-siaan sebab materi hanyalan manifestasi dari perjalanan ide tersebut. Dengan dialektika, memahami ide sebagai realitas menjadi dimungkinkan.
Dialektika dapat dipahami sebagai “The Theory of the Unionof opposites” (teori tentang persatuan hal-hal yang bertentangan). Terdapat tiga unsur atau konsep dalam memahami dialektika yaitu pertama, tesis, kedua sebagai lawan dari yang pertama disebut dengan antitesis. Dari pertarungan dua unsur ini lalu muncul unsur ketiga yang memperdamaikan keduanya yang disebut dengan sinthesis. Dengan demikian, dialektika dapat juga disebutsebagai proses berfikir secara totalitas yaitu setiap unsur saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai).
Untuk memahami proses triadic itu (thesis, Antitesis, dan sithesis), Hegel menggunakan kata dalam bahsa Jerman yaitu aufheben Kata ini memiliki makna “menyangkal”, “menyimpan” dan “mengangkat”. Jadi dialektika bagi Hegel bukanlah penyelesaian kontradiksi dengan meniadakan salah satunya tetapi lebihdari itu. Proposi atau tesis dan lawannya antitesis memiliki kebenaran masing-masing yang kemudian diangkat menjadi kebenaran yang lebih tinggi. Tj. Lavine menerangkan proses ini sebagai berikut:
1. menunda klonflik antara tesis dan antitesis.
2. Menyimpan elemen kebenaran dari tesis dan antitesis.
3. Memgungguli perlawanan dan meninggikan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.
Hagel memberikan contoh sebagai berikut “yang mutlak adalah yang berada murni (pure being)” yang tidak memiliki kualitas apapun. Namun yang berada murni tanpa kualitas apapun adalah “yang tiada (nothing)” ini merupakan regasi dari proposi atau tesis, oleh sebab itu kita terarah pada antitesis “yang mutlak adalah yang tiada”. Penyatuan antara tesis dan antitsis tersebut menjadi sinthesis yaitu apa yang disebut menjadi (becoming) maka “yang mutlak adalah yang menjadi”, sinthesis inilah kebenaran yang lebih tinggi.
Dialektika Hegel merupakan alternatif tradisional yang mengasumsikan bahwa proposi haruslah terdiri dari subjek dan predikat. Logika seperti ini bagi Hegel tidaklah memadai. Berikut contoh yang bisa sedikit menerangkan tentang hal tersebut, dalam logika tradisional terdapat proposi sebagai berikut Heru adalah seorang paman”, kata paman disini merupakan predikat yang dinyatakan begitu saja benar (benar dengan sendirinya), Heru tidak perlu mengetahui keberadaannya sebagai paman, maka dalam hal ini logika tradisional mengandung cacat. Hegel menggantinya dengan dialektika untuk menuju pada kebenaran mutlak, paman bagi Hegel tidaklah benar dengan sendirinya, sebab eksistensinya sebagai paman juga membutuhkan eksistensi orang lain sebagai keponakan. Dari perseteruan antara paman sebagai tesis dan keponakan sebagai antitsis maka tidaklah memungkinkan kebenaran parsial atau individual, kesimpulannya adalah kebenaran terdiri dari paman dan keponakan. Jika dialektika ini diteruskan akan mencap[ai kebenaran absolut yang mencakup keseluruhan.
Tidak ada kebenaran absolut tanpa melalui keseluruhan dialektika. Setiap tahap yang belakangan mengandung semua tahap terdahulu. Sebagaimana larutan, tak satupun darinya yang secara keseluruhan digantikan, tetapi diberi tempat sebagai suatu unsur pokok di dalam keseluruhan.
4.FILSAFAT SEJARAH
        Setelah Hegel menyatakan bahwa yang sejati adalah rasional dan kemudian menerangkan tentang dialektika yang membawa ruh kepada titik absolut, maka kita kemudian akan di bawa pada pemahaman hakekat sejarah. Sejarah bagi Hegel dapat dipahami sebagai proses dialektika ruh. Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau pengejewantahan dari ide universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan semua yang terjadi sebagai proses.Bagi Hegel, sejarah berlaku pada kelompok bukan dalam individu. Searah berkaitan dengan jiwa manusia dan seluruh budayanya bukan dengan Ilmu dan tekhnologi seperti yang di jelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel mengangap sejarah tidakah bergerak secara lurus terhadap kemajuan, namun ia bergerak secara dialektis melalui jalan melingkar.
          Dalam The Philosophy of History Hegel mengatakan bahwa Esensi dari ruh adalah kebebasan , maka kebebasan adalah tujuan dari sejarah. Sejarah baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar. Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis ruh, yang terbagi dalam tiga tahap : Pertama, Timur. Kedua, Yunani dan Romawi dan Ketiga, Jerman. Pada fase pertama kita akan temui bahwa yang bebas hanyalah satu orang, seperti yang kita lihat dalam monarki Cina dan Timur Tengah , lalu sejarah bergerak pada masa Yunani Kuno dan Romawi dimana yang bebas menjadi beberapa orang sebab masih ada pembedaan antara tuan dan budak maka bentuk yang sempurna adalah Jerman dimana yang bebas adalah semuanya Pemikiran Hegel mengarahkan kita pada pemahaman bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan atas cita-cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang merupakan meja pembantaian dimana kesengsaraan, kematian , ketidakadilan dan kejahatan menjadi bagian dari panggung dunia. Namun Filsafat sejarah merupakan teodisi atau usaha untuk membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan bahwa tuhan membiarkan kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan yang salah tentang sejarah di sebabkan karena merekan hanya melihat permukaanya saja, tetapi mereka tidak melihat aspek Laten serta potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolute dan esensi jiwa yaitu kebebasan.
5. Negara
      Negara merupakan tema sentral dalam pembahasan tentang kehidupan dalam masyarakat politik. Sebagai seorang filosof, Hegel kemudian merumuskan bentuk negara ideal baginya, pandangannya tentang negara tersebut dapat dilihat pada dua karyanya yaitu The Philosopy of History dan The Philosopy of Law. Tentu saja pandangannya tentang negara tidak lepas dari sistem filsafat yang dibangunnya.Hegel menunjukkan bahwa hakekat manusia dimasukkan dan diwujudkan dalam kehidupan negara-bangsa. Menurutnya, negara-bangsa merupakan totalitas organik (kesatuan organik) yang mencakup pemerintahan dan institusi lain yang ada dalam negara termasuk keseluruhan budayanya. Hegel juga menyatakan bahwa totalitas dari budaya bangsa dan pemerintahannya merupakan individu sejati. “Individu sejarah dunia adalah negara-bangsa”, maksudnya negara merupakan individu dalam sejarah dunia.
Negara merupakan manifestasi dari ide universal. Sedangkan individu (orang per orang) merupakan penjelmaan dari ide partikular yang tidak utuh, dan merupakan bentuk kepentingan yang sempit. Negara memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, memperjuangkan/merealisasikan ide besar. keinginan negara merupakan keinginan umum untuk kebaikan semua orang, karenanya negara harus dipatuhi dan negara dapat memaksakan keinginannya pada warganya. Negara adalah “penjelmaan dari kemerdekaan rasional, yang menyatakan dirinya dalam bentuk objektif”.
Karena itulah negara yang dibentuk Hegel adalah absolut. Negara baginya bukan apa yang di gambarkan John Lock atau teoritisi-teoritisi kontrak sosial yang dibentuk dari kesepakatan bersama dari rakyatnya, Hegal berpendapat sebaliknya ,negaralah yang membentuk rakyatnya. Hegel memang mensakralkan negara sampai ia menganggap bahwa sepak terjang negara di dunia ini sebagai “derap langkah Tuhan di bumi” The State is devine idea as it exists on earth. (Ahad Suhelmi: 256-259)
Dalam perspektif ini individu tidaklah dimungkinkan untuk menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas. Hegel menyatakan dalam Reason of History: segala yang ada pada manusia, dia menyewa pada negara, hanya dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka tidak seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia mungkin bisa memisahkan diri dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia.
Lalu dimanakah existensi individu ketika ia tidak lagi memiliki kekuasaan dan kebebasan? Hegel menjawabnya dengan membedakan kebebasan formal dan kebebasan substansial. Berikut ini penjelasanya
1. Kebebasan formal merupakan kebebasan yang diasumsikan oleh kaum atomis di masa pencerahan, dimana individu terisolasi, kebebasan ini diraih dari sifat alamiah seperti: kehidupan, kebebasan dan properti (hak milik), kebebasan ini bersifat abstrak dan negatif. Bagi Hegel, inilah kebebasan dari penguasa yang menindas.
2. Kebebasan substansial adalah merupakan kebebasan ideal bagi Hegel, hal ini cita-cita moral masyarakat yang berasal dari kehidupan spiritual masyarakat tertentu. Kebebasan ini hanya dapat diraih dari negara, di sinilah cita-cita etika dan jiwa fundamental orang-orang dalam hukum-hukum dan institusi-institusinya dapat dicapai.
Dalam pandangan Hegel, jika kita membenci budaya kita dan tidak sependapat dengan cita cita dan institusi masyarakat kita maka kita berada dalam keterasingan. Keterasingan merupakan terdiri dari banyak komponen yaitu: perasaan menjadi asing diri, terputus dari perasaan sendiri ataupun identitasnya sendiri; perasaan tidak memiliki norma; tidak memiliki arti; lemah dan lain lain.Keterasingan yang dipahami Hegel merupakan kegagalan kehendak individu untuk beradaptasi dengan yang lebih besar yaitu kemauan masyarakat. Keterasingan merupakan kondisi dimana seseorang tidak bisa mengidentifikasikan diri dengan moralitas publik dan institusi masyarakat potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolut dan esensi jiwa yaitu kebebasan
6.The Philosophy of History
“Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real”
Pernyataan Hegel ini, cukup beralasan karena ia memulai pandangan metafisiknya dari rasio. “Ide yang bisa dimengerti” itu setali tiga uang dengan “kenyataan”. Selalu mengalami proses dialektika.[5] Tentu karena ia seorang idealis, pandangan akan urgensitas rasio ini begitu mendominasi dalam setiap jejak filsafatnya. Namun, perlu diuraikan, bahwa rasio disini bukan bermakna rasio manusia perseorangan, sebagaimana mengemuka dalam pandangan kita selama ini, melainkan rasio subyek absolute yang menerima kesetaraan ideal seluruh realitas dengan subyek. Kesetaraan antara “rasio” atau “ide” dengan “realitas” atau “ada”. Dan realitas utuh, sebagaimana dikehendaki Hegel, adalah proses pemikiran (idea) yang terus menerus memikirkan, dan sadar akan dirinya sendiri.[6].
Apa yang benar, bagi Hegel, adalah perubahan itu sendiri. Oleh karenanya, konsep filsafatnya menjadi amat relatif dan bersifat historis. Mulai dari sinilah, lalu istilah “sejarah” begitu populer dalam filsafat Hege.[7]. Hegel percaya bahwa sejarah adalah kepastian absolute yang akan diperoleh dengan mengkompromikan perbedaan-perbedaan ke dalam satu sistem integral yang dapat mewadahi segala-galanya. Hegel ingin meleburkan berbagai perbedaan dalam sistem metafisiknya ke dalam satu sintesis universal, yakni Aufhebung. Aufhebung ini dapat berupa apa saja: Negara, Masyarakat, Pasar, atau institusi apa pun yang merupakan kompromi dari perbedaan-perbedaan. Hegel membayangkan adanya suatu sistem yang secara metafisik dapat memayungi segala anasir yang berbeda dan merangkulnya menjadi satu. Penalaran dialektis Hegel ini melihat perbedaan sebagai ancaman yang harus ditanggulangi dengan mengintegrasikannya ke dalam suatu pola yang koheren dan stabil. Dalam pandangan Hegel, kemungkinan-kemungkinan direpresi sedemikian rupa dengan menyajikan gambaran yang sepenuhnya pasti tentang masa depan. Hegel sendiri memandang filsafat dan metafisika haruslah memberi kepastian kepada manusia modern. Kepastian ini diperlukan agar mereka dapat melangkah menuju masa depan dengan langkah yang tepat dan terukur (Fayyadl, 2005: 209).
Untuk menjelaskan pandangan Hegel tentang uraian di atas, berikut akan kita bagi model pemikiran Filsafat Sejarah Hegel menjadi dua karakter :
Filsafat Sejarah Formal—Hegel’s Philosophy of History.
a. Budi (Vernunft)
Pusat filsafat Hegel ialah konsep Geist, bermakna “roh” atau “spirit”.  Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, konkret, kekuatan yang obyektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit (dunia roh), dan yang terdapat pada objek-objek khusus Dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan esensi sejarah manusia.[8] 
5.Hamersma,Tokoh-tokoh filsafat modern,hal.42
6. Ahmad tafsir. filsafat ilmu, akal sejak thales sampai james, h 152
7..ibid hal 153
8. ibid hal 152
Dengan demikian, kita bisa mengerti bahwa seluruh proses dunia merupakan suatu perkembangan Roh. Konsisten dengan hukum dialektika—akan dijelaskan nanti, perkembangan Roh senantiasa menuju kepada Yang Mutlak, tahap demi tahap [9].
Lebih tegasnya, perkembangan Roh bisa dipetakan menjadi tiga tahap [10]. Pertama, roh subyektif, menjelaskan bahwa setiap orang masih bertaut erat dengan alam. Pada masa ini, roh mulai bergeser dari “berada-di-luar-dirinya” menuju “berada-bagi-dirinya”. Namun, karena ia belum benar-benar berpindah “bagi-dirinya”, karenanya ia tidak dapat ditukar dengan yang lain. Maksudnya, manusia masih sebagai bagian dari alam karena ia hanya menampakkan drinya sebagian, belum sepenuhnya.
Kedua, roh obyektif, menjelaskan bahwa bentuk-bentuk alamiah yang terkandung dalam roh subyektif diperluas, atau lebih tepatnya direalisasikan, ke dalam wilayah yang lebih konkret. Kehendak rasional yang tadinya besifat individual dibahasakan secara obyektif ke dalam bentuk yang lebih universal. Karena sebab inilah, roh obyektif lebih dominan mengandung unsur-unsur etika, misalnya kesusilaan, moralitas, dan hukum. Unsur-unsur etika dari roh obyektif tadi semakin menemukan tempatnya ketika terjadi pertemuan roh subyektif menuju tingkat yang lebih dewasa dalam keluarga, masyarakat, dan Negara, serta tentu saja sejarah; tempat ketiganya berkembang sebagai proses pertemuan antara idealitas dan realitas.
Begitu proses pertemuan antara idealitas dan realitas, yang terbahasakan dalam “Negara”, mengalami titik klimaksnya, maka Roh akan tiba di tahap paling puncak, Roh Mutlak, yaitu masa dimana Roh telah sungguh-sungguh “berada dalam dirinya dan bagi dirinya” secara utuh dan penuh.
Kulminasi ketegangan antara roh subyektif (individu) dan roh obyektif (kekuasaan Negara) seketika lenyap melebur dalam Roh Mutlak. Bermuara dari asumsi ini, lalu Hegel menyebut filsafatnya dengan idealisme mutlak, sebagai peretas kulminasi ketegangan antara idealisme subyektif Fichte dan idealisme obyektif Schelling
9. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari Sejarah Filsafat Barat 2,hal 101
10.110.ibid h 101-105.
b. Dialektika
Dalam menjelaskan sistem filsafat Hegel, kurang begitu lengkap jika tidak menyinggung triadik Hegel: tesa, antitesa, dan sintesa. Namun, sebelum menjelaskan lebih jauh tentang ketiga hal ini, ada baiknya kita pahami walau selintas, istilah “ide” dan “dialektika” sebagai dasar pemahaman awal kita menuju pengertian tiga istilah di atas.
Sebagaimana tersirat dalam uraian sebelumnya, dialektika merupakan suatu “irama” yang memerintahkan seluruh filsafat Hegel. Menurut Llyod Spencer dan Andrzej Krauze, dialektika bukan merupakan “metode” atau suatu sistem yang prinsip, sebab yang menyebabkan ia begitu rumit untuk dijelaskan karena proses dialektika hanya mudah dimengerti dalam hal yang bersifat konkret . Barangkali karena alasan demikian , Hegel tetap bersikukuh pada keyakinannya bahwa antara “idealitas” dan “realitas” tidak ada perbedaan. Pengertian ini, oleh Hadiwijono, justru dipahami sebagai pengertian ontologis dialektika itu sendiri. Bahwa pengertian-pengertian dan kategori-kategori sebenarnya bukan hanya yang menyusun pemikiran kita, melainkan suatu kenyataan sebagai kerangka dan hakikat dunia dalam pikiran [11]. Dengan demikian, dialektika dapat kita pahami sebagai usaha mendamaikan dan mengompromikan hal-hal yang berlawanan [12]. Kendatipun lalu akan kita ketahui, bahwa sistem inilah yang akhirnya menjadi kelemahan Hegel karena terlalu memaksakan dialektika terhadap segala sesuatu. Dan dari sini, semakin nampak bahwa suatu perbedaan, pada hakikatnya akan menjadi ancaman serius dalam filsafat Hegel.
Hal yang membedakan dialektika Hegel dengan logika Klasik adalah pada logika klasik tidak dipercayainya prinsip kontradiksi, sedangkan dalam konsep dialektika Hegel dimungkinkan. Hegel percaya bahwa kontradiksi dialektik adalah titik sentral dalam pemahaman alam. Dan kontradiksi itu ia simbolkan melalui triadik dealektik: tesis, antitesis, dan sintesis. Simak kerangka dialektika Hegel dalam dalam rantai tesis, sintesis dan antitesis sebagaimana telihat dalam gambar berikut:
Proses dialektika terdiri atas tiga fase:
1. Tesis
2. Antitesis
3. Sintesis
11. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari Sejarah Filsafat Barat 2,hal 101
12.Ahmad tafsir. filsafat ilmu, akal sejak thales sampai james, hal 153

Contoh aplikasi dialektika (diambil dari Bertrens, 1979:69): Ada tiga bentuk Negara: (1) Diktator. Disini hidup warga Negara diatur dengan baik, tetapi warga Negara tidak memiliki kebebasan (tesis). (2) Keadaan ini mena,pilkan lawannya, Negara anarki (antitesis). Dalam bentuk ini warga Negara memiliki kebebasan tanpa batas, tetapi kehidupan kacau. (3) Tesis dan Antitesis ini disintesis, yaitu Negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga Negara dibatasi oleh undang-undang, dan hidup masyarakat tidak kacau.
Ilustrasi gambar di atas daapat kita jelaskan dengan menyimak masing-masing pengertian tiga istilah triade tersebut. Pertama, tesis, merupakan “yang ada”. Sebagai pengertian umum, maka ia lepas dari segala isi yang konkret. Tidak memuat apa-apa dan tidak dapat dijelaskan bagaimanana. Ketiadaan pengertian yang jelas dari tesis ini melahirkan triade kedua, sintesis, atau “yang tidak ada”. Triade terakhir ini mengandung pengertian yang sama dengan tesis, artinya perngertian yang tidak dapat dimengerti bagaimana. Begitu kebuntuan erjadi di masing-masing triade, maka muncullah sintesis atau “yang menjadi” sebagai titik sentuh dari tesis dan sintesis. Namun ternyata proses dialektika itu tidak berhenti sampai titik ini. Pengertian “menjadi” ini mengandung pengertian “yang menjadikan”. Karenanya, “yang ada”, karena “menjadi”, berada sebagai “yang terbatas”. Adanya sesuatu “yang terbatas” ini bisa menjadi tesis baru, dan karenanya mengandaikan suatu “yang tidak terbatas”, atau antitesis baru. Dengan demikian, keduanya akan mengahasilkan sistesis baru sebagai aufhebung [13]. Kata aufhebung atau aufheben dari Hegel berkaitan dengan fase ketiga dari dialektika yang dikenal dengan fase sintesis itu. Di dalam fase ini, terjadi aufheben yang berarti terjadinya negasi dan pengangkatan. Terjadinya negasi berarti bahwa tesis dan antitesis sudah lewat dan tidak ada lagi, sedangkan pengangkatan memiliki arti bahwa walaupun tesis dan antitesis dinegasikan, tetapi kebenaran daripada tesis dan antitesis tetap dipertahankan dan disimpan di dalam sintesis dengan bentuk yang lebih sempurna.

13. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari Sejarah Filsafat Barat 2,hal 102
7.Konsep Moral Hegel
         Menurut Hegel, moralitas tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai mutlak yang ada dalam Idea, tetapi tidak juga lepas dari apa yang ada dalam dunia empiris, yang ada dalam masyarakat. Bahkan, ia adalah sintesa dari keduanya. Moralitas Hegel adalah sintesa dari konsep Hume dan Kant; sintesa antara yang empiris dengan yang ada dalam Idea. Konsep moralitas Hegel yang memperhatikan dunia empiris masyarakat berarti mengangkat kembali apa yang disampaikan Aristoteles tentang aktivitas potensi manusia, dimana bahwa aktualisasi potensi tidak akan mencapai kebahagiaan kecuali diaktualisasikan dan dihayati dari norma-norma yang ada dalam dalam masyarakat. Dan dengan konsepnya tentang Idea, ia berarti juga telah memperkokoh konsep Kant tentang imperatif kategoris. Akan tetapi, dengan adanya sistesa antara keduanya, Hegel memberikan makna tersendiri bagi moralitas, yang dengan itu berarti mengisi kekurangan yang ada pada Aristoteles; soal transendensi, dan kekurangan yang ada pada Kant, soal realitas norma yang ada dalam masyarakat. Persoalan yang ada pada Hegel adalah, terutama dalam konsep dialektikanya, bahwa persoalan dunia tidak mesti, minimal belum tentu merupakan sistesa-sintesa. Dalam alam idea mungkin bisa dijelaskan secara logika, tetapi dalam dunia nyata, hal itu sulit dijelaskan. Banyak hal yang terasa terlalu dipaksakan untuk menjadi sebuah sintesa.
8. Sistem Hegel.
       Idealisme Hegel merupakan sejarah ide-ide yang objektif ontologis dan organologis.Sistem Hegel terbagi dalam dua , yaitu:
a.    Logika :
Logika mencoba menangkap roh sebgai sebagai universum pikiran murni atau likisan Tuhan sebelum menciptakam alam semesta.Logilka terdiri dari tiga bagian yaitu ; 1. Logik des Seins (logika objektif) seperti klualitas,hal mengada.hal tak mengada,hal terbatas,hal tak terbatas,ukuran ,kwantitas.
2. Logik des Wessens (logia objektif), seperti essensi sebagai dasar eksistensi,erscheinung,kenyataan
3.Logika des Begriffes (logika subjektif), seperti pengertian subjektif,objek
     b.  Fisafat Alam:
          Mekanika (ruang waktu gerakan,materi,gravitasi), fisika (bintang-bintang,unsur- 
          unsur,kohesi, bunyi,panas,kimia), organika ( zoologi,botani)
Menurut Hegel alam berbeda dengan ide,dimana dari ide akan memunculkan   berbagai   ilmu yang dinamis,alam itu sifatnya statis sedangkan ilmu bersifat dinamis.[14]
14. M.A.W. Brouwer, hal 16

PENUTUP
Dalam hal ini Hegel memang tidak memaknai filsafat sejarah hingga pada tataran definisi konkret dan spesifik,tapi pandangannya mengenai sejarah sudah merupakan unsur integral dari filsafat sejarah itu sendiri,serta pernyataannya yang memandang filsafat sejarah sebagai sebuah pertimbangan pemikiran terhadapnya.Pemikiran sendiri merupakan realitas tertinggi,serta sebagai hakekat kemanusiaan.Hegel mampu meyakinkan kepada setiap orang bahwa sejarah merupakan suatu nilai yang sangat berharga dalam kehidupan manusia.Dengan berbagai dinamika pemikiran dan tindakan manusia sebagai sebuah bentuk pengakuan atas eksistensi suatu wujud material.Dalam bukunya Filsafat Sejarah;Hegel mencoba membuat suatu metode sejarah menjadi tiga yaitu: Sejarah Asli.Memiliki warna yang khas,yang perajalanannya berkisar pada perbuatan,peristiwa,dan keadaan.Fase ini diawali dengan kemunculan filsuf era Yunani kuno,yakni;Herodotus,Thucydides,Xenophone,dll;SejarahReflektif,adalah sejarah yang cara penyajiannya tidak dibatasi oleh waktu yang berhubungan,melainkan yang ruhnya melampaui batas;dan terakhir Sejarah Filsafati.Hegel menyatakan bahwa sejarah merupakan konsepsi sederhana Rasio.Rasio sendiri merupakan penguasa dunia,sehingga sejarah dunia memberikan suatu proses rasional kepada kita.Hegel dengan segala dinamika pemikirannya mampu membuka ranah intelektualitas kita secara lebih luas.Luas dalam menyikapi sejarah tidak hanya sebagai fenomena realitas,namun perwujudan atas perubahan kondisi masyarakat dimasa depan.Dia telah menempatkan ruh dunia, rasio manusia, dan kebebasan memperoleh makna dan posisi yang nyaman didalam konteks sejarah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Harun Hadiwiyono,Dr.Sari Sejarah Filsafat Barat 2.Kanisius,Yogyakarta.2005
2. Diane Collinson, Lima Puluh Filosof Dunia Yang Menggerakan, PT. Grafindo, Jakarta
    2001                                                  
3. M.A.W. Brouwer, Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sejaman,Penerbit Alumni, 
    Bandung. 1979
4. Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta, Gramedia, 1992
5. Ahmad Tafsir. filsafat ilmu, akal sejak thales sampai capra ,Pt Remaja Rosdakarya
   Bandung.
6.Fuad Rumi MS, filsafat ilmu, universitar muslim Indonesia 1999
7.Jostein gaarder dunia sophie, mizan pustaka,Bandung
8.Russell, Bertrand 2002, Sejarah Filsafat Barat, terjemahan Sigit Jatmiko dkk. Dari History of   
   Western Philosophy and its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest  
  Times to Present Day (1946). Yogyakarta: Pustaka Pelajar